Minggu, 04 Desember 2011

lirik lagu david guetta *without you*

I can’t win, I can’t reign
I will never win this game
Without you, without you
I am lost, I am vain,
I will never be the same
Without you, without you
I won’t run, I won’t fly
I will never make it by
Without you, without you
I can’t rest, I can’t fight
All I need is you and I
Without you
Without you
Oh, oh, oh!
You! You! You!
Without
You! You! You!
Without you
Can’t erase, so I’ll take blame
But I can’t accept that we’re estranged
Without you, without you
I can’t quit now, this can’t be right
I can’t take one more sleepless night
Without you, without you
I won’t soar, I won’t climb
If you’re not here, I’m paralyzed
Without you, without you
I can’t look, I’m so blind
I lost my heart, I lost my mind
Without you
Without you
Oh, oh, oh!
You! You! You!
Without
You! You! You!
Without you
I am lost, I am vain,
I will never be the same
Without you, without you
Without you

Senin, 21 November 2011

Potensi Bulu Kambing dan Hambatannya dalam Pengembangan sebagai Produk Industri


Bulu Kambing


Bulu adalah rambut pendek dan lembut pada tubuh binatang yang mempunyai fungsi salah satunya untuk menyimpan panas badan dan melindungi kulit dari sinar matahari. Bulu kambing merupakan salah satu hasil samping pemotongan kambing. Bulu kambing setelah pemotongan masih banyak yang di buang begitu saja tanpa dimanfaatkan lebih lanjut. Jika tidak dimanfaatkan, bulu kambing ini dapat menjadi limbah yang mungkin bisa menimbulkan pencemaran lingkungan karena proses penguraian bulu kambing di dalam tanah lama.


Pemanfaatan Bulu Kambing


Bulu kambing sebenarnya dapat dimanfaatkan lebih lanjut sebagai bahan baku produk industri. Saat ini, bulu kambing digunakan oleh sebagian kecil masyarakat misalnya dibuat karpet atau sajadah, sebagai benang pancing, serta biasanya bersama kulit dibuat frame kaligrafi dan samak bulu. Kebanyakan karpet atau permadani dibuat di negara Timur Tengah. Bulu kambing juga dapat dipintal dan dijadikan bahan baku tekstil seperti wool. Menurut Ernawati et al. (2008), serat bulu kambing biasanya dicampur dengan wool untuk mendapatkan efek khusus, misalnya untuk menambah keindahan, kadang juga dipakai untuk keperluan khusus, seperti untuk sikat. Serat bulu kambing yang biasa digunakan berasal dari serat mohair. Kegunan serat mohair diantaranya yaitu untuk kain berbulu (selimut), untuk pakaian musim panas, untuk kain rajut dan untuk kain penutup kursi dan permadani.
Bagi masyarakat suku Badui Arab, Persia, dan Anatolia, permadani menjadi benda yang sangat penting dalam kehidupan mereka, seperti untuk membuat tenda untuk melindungi diri dari badai pasir dan alas lantai yang nyaman bagi rumah tangga. Selain itu, permadani pun digunakan untuk menjadi hiasan dinding atau pembatas ruangan. Bahkan juga, di pakai sebagai selimut, tas, dan pelana kuda. Permadani pada dasarnya digunakan di dunia Islam sebagai alas lantai masjid dan rumah-rumah. Tak jarang, permadani pun digunakan sebagai hiasan dinding di istana-istana raja pada zaman keemasan Islam. Para seniman permadani Muslim pada zaman kejayaan Islam biasanya menggunakan bulu domba (wool), kambing, atau bulu unta sebagai bahan pembuatan permadani (Suara Media, 2009). Karpet yang terbuat dari serat alami atau hasil buatan tangan memang memberi nilai lebih. Menguatkan aksen lebih mewah, namun tetap natural. Sementara itu, bahan karpet yang menjadi incaran kaum papan atas yakni karpet berbahan sutra dan wool dari bulu domba, kambing, dan unta. Harga masing-masing karpet berbeda, tergantung jenisnya. Karpet dengan bahan wool dari bulu domba, kambing, dan unta atau sutra pintalan jauh lebih mahal dibandingkan dengan hasil buatan pabrik. Karpet handmade lebih unik dan berbeda. Di Jakarta, misalnya, karpet buatan tangan dibanderol seharga Rp 2 juta hingga ratusan juta rupiah (Sari, 2009).


Potensi Produksi Perbulan di Jawa Tengah


Hampir 60% populasi kambing yang berkembang di Indonesia terdapat di Pulau Jawa. Berdasarkan Ditjen Bina Produksi Peternakan tahun 2000, dari 15.209.720 ekor kambing di seluruh Indonesia, sekitar 8.783.890 ekor kambing berada di Pulau Jawa. Populasi kambing di Indonesia rata-rata meningkat 2,2-4,3% pertahunnya (Mulyono dan Sarwono, 2009). Berdasarkan Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan tahun 2004, populasi kambing di Jawa Tengah 2.985.845 ekor, Jawa Barat 1.304.433 ekor, D.I Yogyakarta 243.417 ekor, Jawa Timur 2.357.900 ekor, dan di Bali 62.014 ekor. Dalam 10 tahun ke depan diperkirakan populasi ternak ini akan meningkat menjadi 30-35 juta ekor. Sebagian besar usaha peternakan kambing ditujukan untuk memenuhi permintaan produksi daging. Pada tahun 2002, produksi daging kambing sekitar 50.991 ton atau setara dengan pemotongan sebanyak 3.642.214 ekor atau sekitar 27,92 % dari populasi. Produksi daging kambing pada tahun 2000-2004 cenderung terus meningkat, tetapi populasinya mengalami penurunan sebesar 2,28 persen pada tahun 1998 s/d 2002 (dari 13.342.074 ekor menjadi 13.044.938 ekor) (Anonim, 2010).
Salah satu jenis kambing yang ada di Jawa Tengah yaitu kambing peranakan Etawa sejumlah sekitar 300.000 ekor (pada bulan Juli 2010) yang dibudidayakan di Kaligesing, Purworejo (Biro Humas Provinsi Jawa Tengah, 2010). Ciri kambing PE antara lain berukuran besar, serta bobot dewasa rata-rata 40-45 kg (Mulyono dan Sarwono, 2009). Bulu tumbuh panjang di bagian leher, pundak, punggung dan paha, bulu paha panjang dan tebal. Warna bulu ada yang tunggal, putih, hitam dan coklat, tetapi jarang ditemukan. Kebanyakan terdiri dari dua atau tiga pola warna, yaitu belang hitam, belang coklat, dan putih bertotol hitam. Jenis kambing di Indonesia yang lain yang dapat dimanfaatkan bulunya yaitu kambing gembrong yang terdapat di Pulau Bali. Ciri khas dari kambing ini adalah berbulu panjang. Panjang bulu sekitar berkisar 15-25 cm, bahkan rambut pada bagian kepala sampai menutupi muka dan telinga. Rambut panjang terdapat pada kambing jantan, sedangkan kambing Gembrong betina berbulu pendek berkisar 2-3 cm (Pamungkas et al., 2009). Bobot badan kambing dewasa sekitar 32-45 kg (Mulyono dan Sarwono, 2009).
Berdasarkan keterangan diatas dapat diasumsikan jika berat bulu yang dihasilkan setiap pemotongan satu ekor kambing 3% dari bobot badan, bobot badan kambing PE rata-rata 42,5 kg, peningkatan populasi pertahun 3,25%, tiap pemotongan sekitar 27,92%, maka selama satu tahun pemotongan dapat dihasilkan bulu kambing dari kambing Peranakan Etawa di Jawa Tengah sebesar kurang lebih 3% x 42,5 kg x (27,92% x 309.750) = 110.265 kg. Jadi dalam 1 bulan kira-kira dapat dihasilkan 9.189 kg. Jika bulu kambing ini dapat dimanfaatkan mungkin bisa dihasilkan sekitar 3 buah karpet yang berukuran sedang.


Hambatan dalam Pengembangan sebagai Produk Industri


Hambatan dalam pengembangan produk bulu kambing misalnya dalam pembuatan karpet salah satunya yaitu keterbatasan modal, SDM belum terampil mengolah bulu kambing menjadi produk karpet, alat pemintal benang masih sedikit dan sederhana, ketersediaan bahan baku yang relatif sedikit sehingga ketersediaan benangnya terbatas, serta waktu pembuatannya yang lama. Hal tersebut menyebabkan harganya menjadi sangat mahal. Selain itu, masih sedikit atau belum ada pengusaha yang bergerak di bidang ini. Padahal terdapat banyak RPH di Jawa Tengah sehingga perlu pemasok di tiap kabupaten dan minimal ada 1 perusahaan yang menangani.


Proses Pengolahan Bulu Kambing


Cara pengolahan bulu kambing pada prinsipnya hampir sama dengan pengolahan bulu domba. Tahap-tahap pengolahan bulu kambing menurut Saleh (2004) meliputi:
1. Pencukuran bulu. Bulu kambing dicukur dengan gunting, kemudian hasil guntingan bulu dikumpulkan.
2. Penyortiran yaitu memisahkan bulu dari kotoran (feses), rumput, ranting, tanah dan lain-lain.
3. Pencucian. Pencucian bulu dilakukan tiga tahap, yaitu :
a. Perendaman. Bulu direndam dalam air selama 12 jam (satu malam), kemudian dibilas.
b. Pencucian dengan deterjen dilakukan dengan cara melarutkan 100 gram deterjen ke dalam 10 liter air kemudian merendam bulu selama 15 menit. Setelah itu diangkat dan dibilas dengan air bersih.
c. Pencucian dengan desinfektan, yaitu dengan melarutkan desinfektan (lisol atau densol) sebanyak 100 cc ke dalam 10 liter air. Kemudian mencelupkan bulu yang sudah dicuci dengan deterjen ke dalam larutan desinfektan. Setelah itu diangkat, diperas dan langsung dijemur.
4. Penjemuran. Bulu dihamparkan (tipis saja) di atas meja penjemuran dan dijemur selama 1-2 hari pada waktu yang cerah.
5. Pemisahan, dilakukan dengan cara menyobek-nyobek bulu yang masih menggumpal dengan kedua tangan sampai bulu menjadi terurai. Apabila gumpalan bulu tersebut sulit diuraikan, maka digunting dan dibuang saja.
6. Penyisiran, bulu diletakkan di atas sisir kemudian sisir diputar-putar sampai bulu tersebut terbentuk lembaran-lembaran tipis.
7. Pemintalan. Bulu yang sudah disisir dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam lubang benang alat pintal. Kemudian memutar roda dengan kaki terus menerus sampai terbentuk helai-helai benang. Setiap dua helai benang dipintal/digabung menjadi benang.
8. Pemutihan. Benang hasil pintalan perlu diputihkan, caranya dengan merebus air 2 liter sampai mendidih lalu masukkan 2 sendok (± 10 ml) H2O2 dan 2 sendok deterjen. Kemudian didihkan lagi dan memasukkan benang yang akan diputihkan, diaduk-aduk sampai berbusa (± 5 menit). Setelah itu diangkat dan dibilas dengan air sampai bersih, lalu dijemur.
9. Pewarnaan. Pewarnaan benang menggunakan pewarna tekstil, sesuai dengan warna yang diinginkan. Caranya dengan mencampurkan 10 liter air + 0,3 liter biang cuka + pewarna. Merebus benang dalam campuran pewarna tersebut selama 1 jam, lalu diangkat dan ditiriskan. Kemudian benang dicuci sekali lagi dan terakhir dikeringkan.
10. Pembuatan design. Design disesuaikan dengan barang kerajinan yang akan dibuat (misalnya: karpet, tas, hiasan dinding). Menggambar ukuran dan motif yang diinginkan, kemudian menentukan warna-warna pada motif yang diinginkan.
11. Penenunan.


Simpulan


Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa bulu kambing sebenarnya sangat potensial untuk dijadikan produk industri, misalnya karpet. Oleh karena itu perlu pengembangan produk industri dari bulu kambing secara optimal supaya mendapatkan keuntungan lebih, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Selain itu, perlu mengolah produk dari bulu kambing ini dengan sebaik-baiknya supaya dihasilkan produk yang berkualitas dan tidak kalah dengan produk impor. Namun, banyak hambatan dalam mengembangkan bulu kambing ini sebagai produk industri, seperti keterbatasan modal, SDM belum terampil, keterbatasan alat dan masih sederhana, ketersediaan bahan baku yang relatif sedikit sehingga ketersediaan benangnya terbatas, waktu pembuatannya yang lama, serta sedikit atau belum ada pengusaha yang bergerak di bidang ini.


Daftar Pustaka


Anonim. 2010. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kambing-Domba. (http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/files/0107L_KADO.pdf). Diakses tanggal 17 April 2011.
Biro Humas Provinsi Jawa Tengah. 2010. Wamentan Luncurkan Kambing Kaligesing. (http://promojateng-pemprovjateng.com/). Diakses tanggal 17 April 2011.
Ernawati, Izwerni, dan W. Nelmira. 2008. Tata Busana untuk SMK Jilid 2. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. (http://ictsleman.ath.cx/pustaka/bse/04_SMK-MAK/kelas11_smk_tata_busana_ernawati.pdf). Diakses tanggal 17 April 2011.
Mulyono, S. dan B. Sarwono. 2009. Penggemukan Kambing Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Pamungkas, F. A., A. Batubara, M. Doloksaribu, dan E. Sihite. 2008. Petunjuk Teknis Potensi Beberapa Plasma Nutfah Kambing Lokal Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Departemen Pertanian Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, Sumatera Utara. (http://lolitkambing.litbang.deptan.go.id/juknisplasmanutfah.pdf). Diakses tanggal 17 April 2011.
Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara. (http://digilib.usu.ac.id). Diakses tanggal 17 April 2011.
Sari. I. 2009. Permadani Tak Sekadar Alas Kaki. (http://www.tempointeraktif.com). Diakses tanggal 17 April 2011.
Suara Media. 2009. Permadani, Buah Karya Peninggalan Kesenian Islam. (http://www.suaramedia.com/sejarah/sejarah-islam/7476-permadani-buah-karya-peninggalan-kesenian-islam.html). Diakses tanggal 17 April 2011.






TUGAS MATA KULIAH ILMU PENGETAHUAN DAN
TEKNOLOGI KULIT DAN HASIL IKUTAN TERNAK
by: alif, dkk tht 2008

vegetarianism

What Is Vegetarianism?
Vegetarianism is the practice of following plant based diets. A vegetarian diet could be low in certain nutrients that are found in meat, poultry and fish.In general, red meat consumption is eliminated from all vegetarian diets. Here is a list of the most common vegetarian practices, from the most restrictive to the least restrictive:
• Vegans are strict, total, or pure vegetarians. They eat only foods from plant sources, such as nuts, fruits, vegetables, beans, and grains.
• Lacto-vegetarians eat plant foods and dairy products.
• L a c t o - ovo- vegetarians eat plant foods, dairy products, and eggs.
• Pesco-vegetarians eat plant foods, dairy products, eggs, and fish.
• Partial- vegetarians eat all foods except red meat.

Why do They Become Vegetarians?

They choose a meatless lifestyle for a number of reasons, including the following:
  • Animal rights concerns
  • Religious or cultural beliefs
  • Diet and health concerns
  • Family decision
  • Food likes and dislikes

What Are the Benefits?
Some of the health benefits of a vegetarian diet may include:
• Decreased blood cholesterol levels and blood pressure.
• Lower incidence of heart disease, some forms of cancer, and digestive disorders like constipation and diverticula disease.
• Lower incidence of obesity and some forms of diabetes.

Are there nutrients that vegetarians don't get enough of?

A vegetarian diet could be low in certain nutrients that are found in meat, poultry and fish. These include calcium, iron, vitamin B12 and vitamin D. You also have to be sure to eat enough protein.
Here are some important nutrients that you need, why you need them, and vegetarian foods that contain these important nutrients.
Protein
Protein helps muscles remain strong. Vegetarian foods that contain protein include beans, nuts, nut butters, lentils, tofu and other soy products.
Iron
Iron plays a very important role in the formation of red blood cells. Nonmeat foods that are high in iron are dried beans, spinach, beet greens, prunes, and iron-fortified cereals and bread. Foods that are high in vitamin C (citrus juices, citrus fruit and red peppers, for example) help the body absorb iron.
Calcium
Calcium is very important for healthy bones and teeth. Milk products are a great source of calcium. Vegans can get calcium from plant foods such as leafy greens (dark ones such as kale and collard greens), broccoli, tofu, beans and fortified soy milk.
Vitamin B12
Lack of vitamin B12 can also cause anemia. Other problems include poor memory and weak muscles. Consumption of enough vitamin B12 is usually not a problem for vegetarians who eat eggs and milk products, since B12 is found in foods of animal origin. It is found also in multivitamin supplements and fortified cereals.
Vitamin D
Vitamin D is important in helping the body use calcium. There are only a few foods that are high in vitamin D naturally. Most brands of milk contain vitamin D, as do many multivitamins. Exposure to sunlight also stimulates the body to produce vitamin D.

Why Is It Essential to Select a Balanced Menu?
If you choose to be a vegetarian, variety in your diet is essential to ensure an adequate intake of nutrients. Vegetarians who find their caloric intake is not adequate to sustain a healthy body weight should increase the size of their meals and the frequency of their snacks. It is important that calories are not obtained through unhealthy, highfat, and sugary snack foods. A vegetariancan be well nourished if the diet selected provides an adequate amount of protein, vitamins, and minerals.
Since vitamin B12 is found only in animal products, a vitamin B12 supplement, fortified cereal, or fortified soy milk is necessary for strict vegans. Iron and calcium intake is often low in vegetarian diets, and a supplement may be needed for these nutrients. If you are a vegetarian and are concerned about meeting your nutritional needs, please seek advice from a qualified health professional.

Perubahan Mikrobiologi pada Susu

Menurut Rahman et al. (1992), pertumbuhan mikroba pada susu dapat menimbulkan berbagai perubahan karakteristik susu, seperti:
1)        Pembentukan asam
Karena laktosa dalam susu tersedia dalam jumlah cukup dan mudah difermentasi, maka perubahan yang terjadi pada susu terutama adalah fermentasi asam oleh bakteri, kecuali jika kondisi tidak memungkinkan untuk pertumbuhan atau tidak adanya bakteri pembentuk asam tersebut didalam susu. Pembentukan asam akan menyebabkan terjadinya koagulasi protein sehingga protein terpisah dari wheynya. Bakteri yang berperan dalam pembentukan asam pada susu terutama adalah bakteri asam laktat, misalnya Streptococcus, Lactobacillus, koliform, Micrococcus,, Microbacterium, Bacillus, dan Clostridium. Pasteurisasi susu dapat membunuh bakteri yang aktif memproduksi asam, tetapi bakteri yang tahan panas seperti Enterococcus, S. thermophillus, dan lactobacillus masih dapat tumbuh dan menyebabkan fermentasi asam laktat.
2)        Produksi gas
Produksi gas oleh bakteri yang tumbuh pada susu biasanya terjadi bersamaan dengan pembentukan asam dan merupakan perubahan yang tidak diinginkan, kecuali pada beberapa produk. Bakteri pembentuk gas yang tumbuh pada susu misalnya bakteri koliform, Clostridium sp., Bacillus  pembentuk gas yang menghasilkan hidrogen dan CO2, khamir, bakteri propionat, serta bakteri asam laktat heterofermentatif yang banyak memproduksi gas CO2. Terbentuknya gas pada susu ditandai dengan pembentukan buih pada permukaan susu, gelembung gas yang tertangkap pada gumpalan susu (curd), pengapungan gumpalan susu yang mengandung gelembung gas, atau pemisahan gumpalan susu karena pembentukan gas secara cepat yang dikenal sebagai stormy fermentation.
3)        Proteolisis
Hidrolisasi protein susu oleh mikroba biasanya disertai dengan timbulnya rasa pahit yang disebabkan oleh pembentukan peptida. Reaksi proteolisis dipengaruhi oleh penyimpanan pada suhu rendah, inaktivasi bakteri pembentuk asam oleh panas, pemecahan asam yang terbentuk pada susu oleh kapang dan khamir, atau netralisasi asam oleh produk mikroba lainnya. Proteolisis asam merupakan pengerutan gumpalan susu dan pengeluaran whey yang berlebihan yang diikuti dengan pemecahan gumpalan susu sehingga penampakan berubah dari keruh menjadi bening. Bakteri yang mempunyai sifat proteolitik aktif yaitu Micrococcus, Alcaligenes, Pseudomonas, Flavobacterium, seratia,  dan bakteri pembentuk spora yaitu Bacillus dan Clostridium.
4)        Pembentukan lendir
Pembentukan lendir disebakan oleh 2 faktor yaitu:
a)        Faktor yang bukan berasal dari bakteri seperti:
·         kandungan fibrin dan leukosit tinggi yang berasal dari sapi yang terkena mastitis
·         krim yang terlalu rendah dan mengumpul pada bagian atas tabung
·         pembentukan film tipis yang terdiri dari kasein atau laktalbumin selama pendinginan susu.
b)        Pembentukan lendir oleh bakteri, disebabkan oleh pembentukan kapsul lendir oleh sel bakteri yang biasanya terdiri dari polisakarida, biasanya terjadi dengan baik pada suhu rendah dan menurun jika keasaman meningkat. Ada 2 macam pelendiran yang disebabkan oleh bakteri yaitu pelendiran pada permukaan atas susu dan pelendiran pada seluruh bagian susu.
Sumber bakteri pembentuk lendir terutama adalah air, kotoran, peralatan dan makanan ternak. Proses pasteurisasi yang cukup dapat membunuh kebanyakan bakteri pembentuk lendir.
5)        Perubahan lemak susu
Lemak susu dapat dipecah oleh berbagai bakteri, khamir, dan kapang. Bakteri pemecah lemak kebanyakan bersifat aerobik fakultatif, proteolitik, dan tidak membentuk asam. Perubahan-perubahan yang mungkin terjadi pada lemak susu misalnya:
·           oksidasi asam lemak tak jenuh, diikuti dengan dekomposisi selanjutnya menghasilkan aldehida, asam dan keton sehingga menyebabkan perubahan rasa dan bau. Reaksi ini dipengaruhi oleh adanya logam, sinar dan mikroba yang dapat melakukan oksidasi.
·           hidrolisi lemak menjadi asam-asam lemak dan gliserol oleh enzim lipase. Enzim lipase tersebut dapat berasal dari mikroba atau terdapat secara alami di dalam susu.
·           kombinasi oksidasi dan hidrolisis menghasilkan ketengikan.
6)        Produksi alkali
Reaksi alkali disebabkan oleh pembentukan amonia atau pembentukan karbonat, misalnya dari asam organik seperti asam sitrat. Kebanyakan bakteri ini dapat tumbuh pada suhu sedang sampai rendah, dan tahan suhu pasteurisasi, misalnya Pseudomonas flourescens san A. viscolactis.
7)        Perubahan cita rasa
Pertumbuhan mikroba pada susu dapat menyebabkan cita rasa asam, pahit, hangus dan perubahan lainnya. Keasaman pada susu dapat disebabkan oleh pertumbuhan BAL atau bakteri pembentuk asam lainnya. Jika S. lactis dan Leuconostoc sp. tumbuh bersama akan terbentuk rasa asam yang bersifat aromatik. Tetapi jika terbentuk asam-asam lain seperti asam format, asetat dan butirat oleh bakteri koliform akan terbentuk rasa asam yang tajam yang tidak dikehendaki. Rasa pahit dapat disebabkan oleh proteolisis, lipolisis, atau fermentasi laktosa. Susu yang berasal dari sapi pada akhir periode laktasi kadang-kadang terasa agak pahit. Organisme lain yang merupakan penyebab cita rasa pahit misalnya bakteri koliform dan khamir asporogenus. Beberapa galur bakteri jika tumbuh pada susu dapat menimbulkan bau hangus atau karamel, misalnyya S. lactis var. maltigenes. Perubahan citarasa lainnya yang mungkin terjadi pada susu tetapi lebih jarang terjadi misalnya bau busuk, bau buah-buahan, ester dan alkoholik, bau ikan, bau sabun, dan bau kentang.
8)        Perubahan warna
Perubahan warna oleh mikroba dapat disebabkan karena adanya pertumbuhan bakteri atau kapang pembentuk pigmen pada permukaan susu atau seluruh bagian susu. Pseudomonas sycyanea jika tumbuh pada susu dapat mengakibatkan perubahan warna susu menjadi abu-abu sampai coklat, jika bakteri tersebut tumbuh bersama-sama dengan bakteri pembentuk asam akan menyebabkan terbentuknya warna biru tua. Warna kuning pada susu dapat disebabkan oleh pertumbuhan P. synxantha pada bagian krim susu, bersamaan dengan terjadinya reaksi proteolisis dan lipolisis, atau dapat disebabkan oleh pertumbuhan Flavobacterium. Warna merah pada susu dapat disebabkan oleh pertumbuhan beberapa mikroba seperti Serratia (S. marcescens), Brevibacterium erytrogenes, Micrococcus reseus, atau khamir Torula glutinis.

Rabu, 28 September 2011

imobilisasi latoperoksidase

PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG TELUR SEBAGAI IMOBILISASI ENZIM LAKTOPEROKSIDASE UNTUK MEMPERTAHANKAN KUALITAS SUSU SEGAR DI DESA MUSUK KABUPATEN BOYOLALI
Latar Belakang
     Susu merupakan produk dari mamalia betina yang memiliki kandungan gizi yang penting bagi pertumbuhan. Susu adalah bahan pokok pangan bagi  manusia yang didapat dari sapi, kambing, kuda, unta adapun susu yang berasal dari kacang-kacangan yang biasa disebut susu kedelai. Susu merupakan  larutan yang bersifat mudah larut dalam air karena memiliki sifat hidrofil dan  bila dilarutkan di dalam air. Susu banyak mengandung vitamin, mineral, lemak, laktosa dan protein yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Oleh karena itu, ada kriteria tertentu yang mempengaruhi mutu dari sebuah produk susu. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas dari susu adalah bau, warna, rasa, berat jenis, tingkat keasaman, titik beku, titik didih, dan kekentalan.
     Tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia termasuk kategori rendah dibandingkan negara lain di Asia Tenggara. Rata-rata konsumsi susu secara nasional saat ini tercatat baru 11 liter per kapita per tahun, hanya sedikit di atas angka rata-rata masyarakat Vietnam dan sepertiga konsumsi masyarakat Malaysia. Ternyata permasalahan persusuan Indonesia tidak hanya itu, permasalahan tingkat lokal (propinsi), banyak sekali terjadi, diantaranya rendahnya kualitas susu dari peternak.
     Sebenarnya secara umum, kondisi peternakan sapi perah di Jawa Tengah (volume produksi) cukup baik dengan sentra-sentra, antara lain Boyolali, Salatiga, dan Kabupaten Semarang, dengan kontribusi terhadap kebutuhan nasional sekitar 10,7 persen. Jawa Tengah menempati peringkat ketiga setelah Jawa Barat dalam kapasitas produksi, namun permasalahannya ada pada kualitas susu yang paling jelek diantara produsen terbesar susu nasional. Rendahnya kualitas susu ini adalah karena angka kuman yang tinggi sehingga banyak kasus penolakan oleh Industri Pengolahan Susu. Angka penolakan tiap tahun terus terjadi. Berdasarkan hasil survei di Gabungan Koperasi Seluruh Indonesia di Boyolali, setiap tahun selalu ada kejadian penolakan akibat angka kuman. Pihak quality control di CV Cita Nasional (salah satu IPS di Jawa Tengah) juga mengeluhkan tingginya angka kuman dari susu segar yang diterimanya.
      Boyolali selalu diidentikkan dengan susu. Hal ini dirasa wajar karena daerah itu merupakan penghasil susu terbesar di Jawa Tengah. Tetapi yang mungkin tidak banyak diketahui khalayak ramai bahwa daerah yang paling banyak memberikan kontribusi terhadap produksi susu kabupaten Boyolali adalah Kecamatan Musuk, yang terletak di lereng Gunung Merbabu. Kecamatan  Musuk merupakan suatu kecamatan penghasil susu terbesar diantara kecamatan lain di Boyolali (mensuplai 65% produksi susu Kabupatan Boyolali). Tiap hari, kecamatan ini dapat menghasilkan 30.000 liter atau setara 30 ton susu sapi segar dari sekitar 4.000 peternak sapi perah (Dinas Pelayanan Koperasi Kab. Boyolali, 2010). Kecamatan Musuk, terdiri atas 20 desa yang dihuni oleh sekitar 126.980 orang dan lebih dari 30% penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai peternak sapi perah. Rata-rata satu peternak memiliki tiga ekor sapi perah dengan komposisi 2 ekor merupakan sapi laktasi atau yang siap diperah dan 1 ekor merupakan sapi dalam masa kering (belum bisa diambil susunya). Keunggulan kecamatan ini adalah selain produksi susu yang berlimpah juga didukung dengan pemasaran susu yang lancar. Hal ini karena kecamatan ini mempunyai 1 buah Koperasi Unit Desa (KUD) yang berfungsi mengkoordinasi pemasaran susu  seluruh peternak di Kecamatan Musuk. KUD ini selanjutnya akan menyetor susu ke Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Boyolali untuk kemudian dipasarkan ke PT Sari Husada di Yogyakarta. KUD ini juga memasarkan hasilnya langsung ke PT Cita Nasional. 
Metode penjualan susu oleh para peternak dilakukan dengan cara menyetor sebagian besar hasil susunya ke KUD Musuk untuk dibawa ke IPS dan GKSI. Namun telah banyak kasus penolakan dialami oleh KUD ini ke IPS karena tingginya angka kuman. Segera setelah survei dilakukan baru didapat dua informasi penting yaitu terlalu lamanya jarak waktu pemerahan dan waktu setor ke KUD dan terlalu lamanya jarak antara penyetoran KUD ke IPS. Sebagaimana diketahui, setiap jam, kuman di dalam susu berkembang 6-10 kali lipat sehingga pada saat sampai di IPS,  angka kuman lebih dari 106 CFU/ml, sehingga ditolak.
Upaya penurunan angka kuman sebenarnya sudah dilakukan dengan penyuluhan agar peternak segera setor ke KUD, namun rupanya kurang mendapat sambutan baik, akhirnya kejadian penolakan akibat angka kuman selalu terjadi dan tidak bisa ditiadakan.
Secara natural susu memang merupakan produk yang sangat mudah rusak karena mudah terkontaminasi mikroba. Secara internasional, penelitian untuk menekan angka mikroba telah banyak dilakukan. Diantara penelitian yang telah berhasil untuk menekan angka kuman dengan efektif adalah dengan melakukan memperpanjang self-defense dari susu itu sendiri. Disamping zero risk, strategi ini juga tidak menyalahi aturan dalam tata niaga susu dan sangat cocok dilakukan untuk daerah yang beriklim tropis. Strategi self-defense yang dimaksud adalah dengan memperkuat enzim laktoperoksidase yang ada di dalam susu guna mengkatalis produksi senyawa natural pembunuh bakteri: hipothiocyanite (Asaah, 2007, Barrett et al., 1999). Susu segar mengandung enzim Laktoperoksidase yang cukup yang dapat digunakan untuk menekan penambahan jumlah mikroba pada susu sehingga susu dapat bertahan lama dari serangan kuman. Namun rupanya enzim ini tidak bisa bertahan lama karena proses hidrolisis secara natural dan banyaknya kuman yang diluar kewajaran, sehingga setelah hilangnya enzim laktoperoksidase ini, angka kuman dalam susu mengalami pertumbuhan yang sangat cepat (kuadratik).
    Langkah untuk memperpanjang keberadaan enzim laktoperoksidase telah banyak dilakukan, diantaranya dengan mengimobilisasi enzim ini dengan ion exchange beads (Al-Baarri et al., 2011). Namun metode ini sangat mahal sehingga tidak mungkin dilaksanakan pada tingkat lapangan. Sehingga perlu ada upaya untuk menekan harga agar applicable. Salah satu strategi untuk menekan biaya adalah dengan menggunakan limbah cangkang telur untuk proses imobilisasi enzim laktoperoksidase. Penggunaan limbah cangkang telur untuk imobilisasi enzim dapat dikatakan tidak hanya menekan biaya imobilisasi, akan tetapi juga mengurangi dampak pencemaran lingkungan akibat keberadaan limbah cangkang telur ini. Strategi ini sangat menarik untuk dibahas dan harapannya kedepannya, strategi ini dapat direalisasikan di lapangan untuk menekan angka kuman susu. Pada akhirnya, angka penolakan tidak terjadi lagi.

Rumusan Masalah               
     Susu adalah bahan pangan yang sangat mudah rusak, namun keberadaan enzim laktoperoksidase dalam susu, dapat mempertahankan susu dari kerusakan akibat kuman. Angka penolakan susu di Jawa Tengah, cukup tinggi sebagai contoh angka penolakan oleh IPS yang terjadi setiap tahun di Kabupaten Boyolali. Padahal terdapat strategi untuk menekan angka kuman yang aman dan tidak mempengaruhi tata niaga susu serta berpotensi untuk dikembangkan di Boyolali. Strategi itu adalah dengan mengimobilisasi enzim laktoperoksidase. Teknik imobilisasi dinilai sangat mahal, namun dengan menggunakan cangkang telur, teknik ini dapat dilakukan dengan biaya yang sangat murah. Harapannya strategi imobilisasi enzim laktoperoksidase dengan memanfaatkan limbah cangkang telur, dapat dilaksanakan guna mempertahankan kualitas susu segar.

Tujuan Penulisan 
Tujuan penulisan ini untuk memberikan informasi mengenai manfaat dan nilai guna cangkang telur sebagai imobilisasi enzim laktoperoksidase yang dapat mempertahankan kualitas susu segar di Desa Musuk, Boyolali.

Manfaat Penulisan 
1 .  Memberikan sumbangan pemikiran mengenai manfaat cangkang telur sebagai imobilisasi enzim laktoperoksidase.
2 . Memperkaya khasanah dan pustaka peternakan khususnya Jawa Tengah dalam mempertahankan kulitas susu segar dengan menggunakan limbah cangkang telur.    
3 . Mengurangi angka penolakan oleh IPS.



Kesimpulan
    Susu dapat dipertahankan kualitasnya dengan mengandalkan sistem laktoperoksidase yang secara natural telah ada didalam susu. Secara alami pula, enzim ini melemah dan tidak ada lagi pertahanan susu dari serangan kuman. Dengan menambah enzim laktoperoksidase yang terimobilisasi ke dalam cangkan telur, maka jumlah laktoperoksidase dapat meningkat dan akibatnya jumlah hipothiocyanite juga meningkat, sehingga kualitas susu akan bertahan lebih lama. Penggunaan cangkang telur untuk imobilisasi enzim laktoperoksidase disamping dapat mengurangi limbah cangkang dan murah harganya juga sangat mudah untuk dilaksanakan.

Saran 
       Perlu adanya penelitian mengenai pemanfaatan limbah cangkang telur sebagai imobilisasi enzim laktoperoksidase pada susu segar untuk mempertahankan kualitas susu segar.

Ditulis sebagai Karya Ilmiah PEMPROV 15 Juli 2011


TIM :
1.      Alifah Mafatikhul J.            NIM  H2E 008 004
2.      Nur Azizah                         NIM  H2E 008 028
3.      Umi Sarifah                        NIM  H2E 008 037

Pembimbing : Ahmad N. Al-Baarri, SPt., M.P, Ph.D