Rabu, 28 September 2011

imobilisasi latoperoksidase

PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG TELUR SEBAGAI IMOBILISASI ENZIM LAKTOPEROKSIDASE UNTUK MEMPERTAHANKAN KUALITAS SUSU SEGAR DI DESA MUSUK KABUPATEN BOYOLALI
Latar Belakang
     Susu merupakan produk dari mamalia betina yang memiliki kandungan gizi yang penting bagi pertumbuhan. Susu adalah bahan pokok pangan bagi  manusia yang didapat dari sapi, kambing, kuda, unta adapun susu yang berasal dari kacang-kacangan yang biasa disebut susu kedelai. Susu merupakan  larutan yang bersifat mudah larut dalam air karena memiliki sifat hidrofil dan  bila dilarutkan di dalam air. Susu banyak mengandung vitamin, mineral, lemak, laktosa dan protein yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Oleh karena itu, ada kriteria tertentu yang mempengaruhi mutu dari sebuah produk susu. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas dari susu adalah bau, warna, rasa, berat jenis, tingkat keasaman, titik beku, titik didih, dan kekentalan.
     Tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia termasuk kategori rendah dibandingkan negara lain di Asia Tenggara. Rata-rata konsumsi susu secara nasional saat ini tercatat baru 11 liter per kapita per tahun, hanya sedikit di atas angka rata-rata masyarakat Vietnam dan sepertiga konsumsi masyarakat Malaysia. Ternyata permasalahan persusuan Indonesia tidak hanya itu, permasalahan tingkat lokal (propinsi), banyak sekali terjadi, diantaranya rendahnya kualitas susu dari peternak.
     Sebenarnya secara umum, kondisi peternakan sapi perah di Jawa Tengah (volume produksi) cukup baik dengan sentra-sentra, antara lain Boyolali, Salatiga, dan Kabupaten Semarang, dengan kontribusi terhadap kebutuhan nasional sekitar 10,7 persen. Jawa Tengah menempati peringkat ketiga setelah Jawa Barat dalam kapasitas produksi, namun permasalahannya ada pada kualitas susu yang paling jelek diantara produsen terbesar susu nasional. Rendahnya kualitas susu ini adalah karena angka kuman yang tinggi sehingga banyak kasus penolakan oleh Industri Pengolahan Susu. Angka penolakan tiap tahun terus terjadi. Berdasarkan hasil survei di Gabungan Koperasi Seluruh Indonesia di Boyolali, setiap tahun selalu ada kejadian penolakan akibat angka kuman. Pihak quality control di CV Cita Nasional (salah satu IPS di Jawa Tengah) juga mengeluhkan tingginya angka kuman dari susu segar yang diterimanya.
      Boyolali selalu diidentikkan dengan susu. Hal ini dirasa wajar karena daerah itu merupakan penghasil susu terbesar di Jawa Tengah. Tetapi yang mungkin tidak banyak diketahui khalayak ramai bahwa daerah yang paling banyak memberikan kontribusi terhadap produksi susu kabupaten Boyolali adalah Kecamatan Musuk, yang terletak di lereng Gunung Merbabu. Kecamatan  Musuk merupakan suatu kecamatan penghasil susu terbesar diantara kecamatan lain di Boyolali (mensuplai 65% produksi susu Kabupatan Boyolali). Tiap hari, kecamatan ini dapat menghasilkan 30.000 liter atau setara 30 ton susu sapi segar dari sekitar 4.000 peternak sapi perah (Dinas Pelayanan Koperasi Kab. Boyolali, 2010). Kecamatan Musuk, terdiri atas 20 desa yang dihuni oleh sekitar 126.980 orang dan lebih dari 30% penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai peternak sapi perah. Rata-rata satu peternak memiliki tiga ekor sapi perah dengan komposisi 2 ekor merupakan sapi laktasi atau yang siap diperah dan 1 ekor merupakan sapi dalam masa kering (belum bisa diambil susunya). Keunggulan kecamatan ini adalah selain produksi susu yang berlimpah juga didukung dengan pemasaran susu yang lancar. Hal ini karena kecamatan ini mempunyai 1 buah Koperasi Unit Desa (KUD) yang berfungsi mengkoordinasi pemasaran susu  seluruh peternak di Kecamatan Musuk. KUD ini selanjutnya akan menyetor susu ke Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Boyolali untuk kemudian dipasarkan ke PT Sari Husada di Yogyakarta. KUD ini juga memasarkan hasilnya langsung ke PT Cita Nasional. 
Metode penjualan susu oleh para peternak dilakukan dengan cara menyetor sebagian besar hasil susunya ke KUD Musuk untuk dibawa ke IPS dan GKSI. Namun telah banyak kasus penolakan dialami oleh KUD ini ke IPS karena tingginya angka kuman. Segera setelah survei dilakukan baru didapat dua informasi penting yaitu terlalu lamanya jarak waktu pemerahan dan waktu setor ke KUD dan terlalu lamanya jarak antara penyetoran KUD ke IPS. Sebagaimana diketahui, setiap jam, kuman di dalam susu berkembang 6-10 kali lipat sehingga pada saat sampai di IPS,  angka kuman lebih dari 106 CFU/ml, sehingga ditolak.
Upaya penurunan angka kuman sebenarnya sudah dilakukan dengan penyuluhan agar peternak segera setor ke KUD, namun rupanya kurang mendapat sambutan baik, akhirnya kejadian penolakan akibat angka kuman selalu terjadi dan tidak bisa ditiadakan.
Secara natural susu memang merupakan produk yang sangat mudah rusak karena mudah terkontaminasi mikroba. Secara internasional, penelitian untuk menekan angka mikroba telah banyak dilakukan. Diantara penelitian yang telah berhasil untuk menekan angka kuman dengan efektif adalah dengan melakukan memperpanjang self-defense dari susu itu sendiri. Disamping zero risk, strategi ini juga tidak menyalahi aturan dalam tata niaga susu dan sangat cocok dilakukan untuk daerah yang beriklim tropis. Strategi self-defense yang dimaksud adalah dengan memperkuat enzim laktoperoksidase yang ada di dalam susu guna mengkatalis produksi senyawa natural pembunuh bakteri: hipothiocyanite (Asaah, 2007, Barrett et al., 1999). Susu segar mengandung enzim Laktoperoksidase yang cukup yang dapat digunakan untuk menekan penambahan jumlah mikroba pada susu sehingga susu dapat bertahan lama dari serangan kuman. Namun rupanya enzim ini tidak bisa bertahan lama karena proses hidrolisis secara natural dan banyaknya kuman yang diluar kewajaran, sehingga setelah hilangnya enzim laktoperoksidase ini, angka kuman dalam susu mengalami pertumbuhan yang sangat cepat (kuadratik).
    Langkah untuk memperpanjang keberadaan enzim laktoperoksidase telah banyak dilakukan, diantaranya dengan mengimobilisasi enzim ini dengan ion exchange beads (Al-Baarri et al., 2011). Namun metode ini sangat mahal sehingga tidak mungkin dilaksanakan pada tingkat lapangan. Sehingga perlu ada upaya untuk menekan harga agar applicable. Salah satu strategi untuk menekan biaya adalah dengan menggunakan limbah cangkang telur untuk proses imobilisasi enzim laktoperoksidase. Penggunaan limbah cangkang telur untuk imobilisasi enzim dapat dikatakan tidak hanya menekan biaya imobilisasi, akan tetapi juga mengurangi dampak pencemaran lingkungan akibat keberadaan limbah cangkang telur ini. Strategi ini sangat menarik untuk dibahas dan harapannya kedepannya, strategi ini dapat direalisasikan di lapangan untuk menekan angka kuman susu. Pada akhirnya, angka penolakan tidak terjadi lagi.

Rumusan Masalah               
     Susu adalah bahan pangan yang sangat mudah rusak, namun keberadaan enzim laktoperoksidase dalam susu, dapat mempertahankan susu dari kerusakan akibat kuman. Angka penolakan susu di Jawa Tengah, cukup tinggi sebagai contoh angka penolakan oleh IPS yang terjadi setiap tahun di Kabupaten Boyolali. Padahal terdapat strategi untuk menekan angka kuman yang aman dan tidak mempengaruhi tata niaga susu serta berpotensi untuk dikembangkan di Boyolali. Strategi itu adalah dengan mengimobilisasi enzim laktoperoksidase. Teknik imobilisasi dinilai sangat mahal, namun dengan menggunakan cangkang telur, teknik ini dapat dilakukan dengan biaya yang sangat murah. Harapannya strategi imobilisasi enzim laktoperoksidase dengan memanfaatkan limbah cangkang telur, dapat dilaksanakan guna mempertahankan kualitas susu segar.

Tujuan Penulisan 
Tujuan penulisan ini untuk memberikan informasi mengenai manfaat dan nilai guna cangkang telur sebagai imobilisasi enzim laktoperoksidase yang dapat mempertahankan kualitas susu segar di Desa Musuk, Boyolali.

Manfaat Penulisan 
1 .  Memberikan sumbangan pemikiran mengenai manfaat cangkang telur sebagai imobilisasi enzim laktoperoksidase.
2 . Memperkaya khasanah dan pustaka peternakan khususnya Jawa Tengah dalam mempertahankan kulitas susu segar dengan menggunakan limbah cangkang telur.    
3 . Mengurangi angka penolakan oleh IPS.



Kesimpulan
    Susu dapat dipertahankan kualitasnya dengan mengandalkan sistem laktoperoksidase yang secara natural telah ada didalam susu. Secara alami pula, enzim ini melemah dan tidak ada lagi pertahanan susu dari serangan kuman. Dengan menambah enzim laktoperoksidase yang terimobilisasi ke dalam cangkan telur, maka jumlah laktoperoksidase dapat meningkat dan akibatnya jumlah hipothiocyanite juga meningkat, sehingga kualitas susu akan bertahan lebih lama. Penggunaan cangkang telur untuk imobilisasi enzim laktoperoksidase disamping dapat mengurangi limbah cangkang dan murah harganya juga sangat mudah untuk dilaksanakan.

Saran 
       Perlu adanya penelitian mengenai pemanfaatan limbah cangkang telur sebagai imobilisasi enzim laktoperoksidase pada susu segar untuk mempertahankan kualitas susu segar.

Ditulis sebagai Karya Ilmiah PEMPROV 15 Juli 2011


TIM :
1.      Alifah Mafatikhul J.            NIM  H2E 008 004
2.      Nur Azizah                         NIM  H2E 008 028
3.      Umi Sarifah                        NIM  H2E 008 037

Pembimbing : Ahmad N. Al-Baarri, SPt., M.P, Ph.D