Buttermilk
Buttermilk
adalah hasil samping (by-product) dari industri mentega. Buttermilk dihasilkan
ketika proses churning pada krim susu (Walstra et al., 2006). Buttermilk
segar memiliki flavor yang milky (seperti susu), manis dan buttery (seperti
mentega) (Heiler and Schieberle, 1996). Komposisi buttermilk yaitu air 90,7%,
protein 3,5%, lemak 0,5%, mineral 0,7%, dan gula 4,6% (Leatherman dan Wilster,
2000). Buttermilk mengandung lemak yang lebih rendah daripada susu biasa. Buttermilk
juga tinggi kalium, vitamin B12, kalsium, dan riboflavin serta merupakan sumber
fosfor. Buttermilk rasanya agak seperti yogurt dan ketebalannya di antara susu
dan krim kental.
Buttermilk
mengandung komponen lipid dan protein yang tidak ditemukan dalam konsentrasi
yang besar pada fraksi susu yang lain. Buttermilk juga mengandung komponen
larut air pada krim seperti laktosa dan mineral. Buttermilk mengandung
phospholipid yang relatif tinggi yang bersifat sebagai pengemulsi (Heiler and
Schieberle, 1996). Komposisi buttermilk mirip dengan susu bubuk skim, namun buttermilk
mengandung lebih banyak komponen membran globul lemak (milk fat globule
membrane / MFGM) (Malin et al., 1994.). MFGM banyak fosfolipid,
termasuk fosfatidilkolin (lesitin), phosphatidylethanolamine, dan
sphingomyelin. MFGM fosfolipid, terutama sphingomyelin, diketahui memiliki efek
kesehatan yang menguntungkan (Corredig dan Dalgleish, 1997).
Buttermilk
digunakan sebagai bahan fungsional dalam banyak produk makanan seperti salad
dressing, saus pasta, coklat, bumbu keju, campuran es krim, dan yogurt
(O'Connell dan Fox, 2000). Sifat fungsional utama dari buttermilk adalah
emulsifikasi (Raval dan Mistry, 1999). Penggunaan buttermilk sebagai bahan
dalam produk makanan untuk meningkatkan sifat sensoris dan fisik. Hal ini
termasuk menambahkannya pada jus buah sebagai suplemen (Shukla et al.,
2004), pada es krim sebagai pengganti susu bubuk tanpa lemak, dan untuk
memperbaiki tekstur yogurt. Penggunaan buttermilk dengan menerapkan kondisi
fermentasi yang sesuai, memberikan yogurt rendah lemak dapat diterima dengan
sifat probiotik, dimana pengasaman selama penyimpanan lambat dan tekstur
menjadi lunak (Trachoo dan Mistry, 1998). Selain itu, buttermilk juga
ditambahkan pada cokelat (Liang dan Hartel, 2004), keju Mozzarella rendah lemak
(Poduval dan Mistry, 1999), dan keju Cheddar (Mistry et al., 1996).
Cultured
Buttermilk
Cultured
buttermilk merupakan hasil samping pembuatan
mentega yang kemudian difermentasi. Umumnya dibuat dengan bahan dasar susu skim
ataupun whole milk. Produk ini sering digunakan sebagai bahan dasar pada
industri roti (Legowo et al., 2009). Cultured buttermilk adalah
produk fermentasi susu yang dibuat dari mempasteurisasi susu skim rendah lemak
dengan bakteri asam laktat mesofilik yang ditambahkan sebagai starter
(Robinson, 2002).
Cultured
buttermilk biasanya
dikonsumsi segar, dan harus disimpan dalam lemari es selama distribusi. Produk
ini biasanya dibuat dari susu pasteurisasi (whole milk atau skim),
menggunakan campuran bakteri mesofilik yang memproduksi asam yaitu Lactococcus
lactis subsp.lactis dan Lactococcus cremoris subsp.cremoris,
dan memproduksi rasa baik bakteri Leuconostocs (L-starter) atau Leuconostocs
dan Lactococcus diacetilactis (DL-starter). Pembuatan cultured
buttermilk dari whole milk susu kambing dengan menggunakan
DL-starter memiliki rasa yang baik seimbang dan sifat organoleptik yang baik
(Youssef et al., 2011).
Cultured
buttermilk yang dibuat dari susu skim
mengandung air 90,5%, protein 3,5%, lemak 0,2%, mineral 0,8%, dan gula 5,0%. Kasein
cultured milk lebih mudah dicerna dibandingkan dengan susu segar uncultured.
Asam laktat yang mengendap pada kasein menjadi koagulum yang lembut. Curd yang
terbentuk mudah dicerna di perut karena tidak ada bahaya curd yang dibentuk
menjadi besar. Untuk alasan ini cultured buttermilk dapat digunakan oleh
pasien yang menderita gangguan lambung tertentu (Leatherman dan Wilster, 2000).
Bakteri asam laktat yang digunakan
yaitu spesies Lactococcus dan Leuconostoc. Lactococcus digunakan
untuk produksi asam dan Leuconostoc mampu memproduksi diasetil. Diasetil
memberikan aroma buttery yang lembut (Marshall, 1992). Strain Lactococcus adalah
produsen asam laktat, gram positif fakultatif anaerob, dan dikembangkan sebagai
probiotik (Wahyudi dan Samsundari, 2008). Suhu fermentasi yang optimum adalah
22oC, agar dihasilkan produk yang memberikan citarasa yang khas.
Apabila fermentasi susu skim pasteurisasi dilakukan pada suhu yang lebih tinggi
akan mengakibatkan pertumbuhan L. lactis lebih dominan, sehingga
produksi asam menjadi berlebihan dan mengurangi produksi aroma oleh L.
cremoris (Surono, 2004).
Proses
Pembuatan Cultured Buttermilk
Sebelum
membuat cultured buttermilk perlu diperhatikan kualitas susu skim yang
digunakan, efisien dalam mempasteurisasi susu, kultur starter dapat diandalkan,
menginokulasi dengan jumlah kultur starter yang tepat dan suhu yang tepat, menambahkan
krim apabila diinginkan, serta menyimpan produk pada suhu dingin (Leatherman
dan Wilster, 2000).
Susu
skim yang digunakan untuk buttermilk sebaiknya hanya berisi sejumlah kecil bakteri,
susu harus sesegar mungkin. Susu harus dipasteurisasi dalam stainless steel
berlapis, pasteurisasi dengan pemanasan sampai suhu 190°F (88oC)
selama minimal 30 menit. Susu kemudian didinginkan dengan cepat untuk suhu
inkubasi, atau jika akan diadakan selama beberapa waktu sebelum diinokulasi,
suhu harus dikurangi hingga di bawah 50°F (10°C) (Leatherman dan Wilster,
2000). Bahan awal untuk buttermilk adalah susu skim atau susu rendah lemak.
Susu pasteurisasi ini pada 82° sampai 88° C selama 10 - 30 menit. Proses
pemanasan ini dilakukan untuk menghancurkan semua bakteri alami dan mengubah
sifat protein untuk meminimalkan wheying off (pemisahan cair dari padatan)
(Robinson, 2002).
Susu
tersebut kemudian didinginkan sampai 22° C dan kultur starter bakteri
diinginkan, seperti Lactococcus lactis, L. cremoris, Leuconostoc
citrovorum dan Leuconostoc dextranicum ditambahkan untuk
mengembangkan keasaman buttermilk dan rasa yang unik. Organisme ini digunakan
dalam kombinasi yang tepat untuk mendapatkan rasa yang diinginkan. Proses
pematangan memakan waktu sekitar 12 sampai 14 jam (semalam). Pada tahap yang
benar didapatkan produk dengan rasa asam dan lembut. Kemudian diaduk untuk
memecah curd, dan didinginkan sampai 7,2° C (45° F) untuk menghentikan
fermentasi. Hal ini kemudian dikemas dan disimpan di bawah pendinginan
(Robinson, 2002).
Inokulasi
terdiri dari penambahan 1-4 % dari kultur starter. Kontaminasi selama inokulasi
harus dicegah. Susu diaduk dan diinokulasi selama beberapa menit dan
menyesuaikan suhu hingga 71°F (22°C). Lamanya masa inkubasi biasanya dari 14
sampai 16 jam. Curd halus yang tidak menunjukkan off wheying dibentuk selama
periode ini. Keasaman sekitar 0,75-0,80%, jika keasaman lebih tinggi atau lebih
rendah buttermilk akan kurang enak. Untuk meningkatkan kadar lemak, cultured
buttermilk dapat ditambahkan krim, krim dipasteurisasi sehingga produk selesai
akan berisi sekitar 1% lemak. Persentase ini mungkin akan sedikit menaikkan
atau menurunkan (Leatherman dan Wilster, 2000).
Manfaat untuk
Kesehatan
Bagaimana
sebenarnya manusia dapat memperoleh manfaat dari buttermilk sebagai makanan
keseluruhan belum jelas karena penelitian tentang buttermilk ini kebanyakan berfokus pada
fungsi senyawa tunggal dari produk susu, seperti fosfolipid, MFGM, kasein dan
protein whey.
1.
Milk
fat globule membrane (MFGM)
MFGM
berisi lipid polar (misalnya fosfolipid (PL) & sphingolipid). Buttermilk
adalah sumber dari glycerophospholipid yang efeknya pada kesehatan manusia yaitu
memainkan peran penting dalam penanda sel dan memiliki dampak yang kuat pada
perkembangan fungsi otak. Fungsi-fungsi ini sangat penting untuk anak-anak,
orang tua dan mungkin untuk pasien Alzheimer. Sphingolipid memiliki potensi
untuk menghambat kanker usus besar dan mungkin memainkan peran penting dalam
mengatur metabolisme kolesterol. Sebagian besar protein MFGM juga mampu mengurangi
risiko kanker yang berbeda-beda dalam organ manusia (Corredig et al., 2003;
Yang et al., 2004).
2.
Kasein
buttermilk
Pengaruh
kasein terhadap kesehatan manusia berdasarkan hasil penelitian meliputi:
-
senyawa
antioksidan pada kasein dapat mengurangi kerusakan oksidasi pada manusia. Fosfat
terletak di molekul-molekul protein bertanggungjawab terhadap fungsi
antioksidan. Dengan demikian, kasein misel dapat mengikat besi non-heme oleh
interaksi residu phosphoserine dari kasein misel atau fosfat anorganik yang
dilepaskan dari misel (Cervato et al., 1999).
-
whole
kasein dan derivat peptida kasein memiliki peran meningkatkan oksidasi asam
amino dan sintesis protein, menekan nafsu makan (Pupovac dan Anderson, 2002),
antihipertensi, aktivitas radikal (Phelan et al., 2009), meningkatkan
remineralisasi enamel gigi, efek antimikroba (Kanwar et al., 2009).
-
α-kasein
dan α-kasein derivat peptidanya memiliki peran antithrombotic, menekan nafsu
makan, melawan opioid, dan aktivitas inhibitori (Phelan et al., 2009;
Kanwar et al., 2009).
-
caseinoglycomacropeptides
memiliki peran antiobesitas, mengikat toksin dan melawan opioid. Casomorphines (peptida
dari α- atau b-casein) memiliki peran melawan opioid (Pedersen et al., 2000)
-
peptida
b-casein
memiliki peran stimulan terhadap kekebalan tubuh, opioid dan aktivitas
inhibitory (Phelan et al., 2009).
3.
Whey
protein
Buttermilk
mengandung sekitar 3,2 g protein/100ml sedangkan sekitar 20% dialokasikan pada protein
whey. Protein whey termasuk b-laktoglobulin (48%), α -lactalbumin (18%), imunoglobulin
(11%), proteose-peptones (11%),
serum albumin (6%), laktoferin (1%) dan lainnya (4%). Sedangkan efek whey
protein terhadap kesehatan tubuh yaitu:
-
whole
whey protein dan whey protein-derivat peptida berperan memperkuat stimulasi
oksidasi asam amino, sintesis protein, antiobesitas, menstimulasi sekresi
insulin memperbaiki berat badan, memfasilitasi pertumbuhan bifidobacteria dan
lactobacili (Luhovyy et al., 2007)
-
leucine
berperan sebagai substrat penting untuk sintesis protein dan pembentukan otot
(Baum et al., 2005).
-
b-laktoglobulin berperan
meningkatkan absorpsi mineral, vitamin larut lemak dan lipid (Krissansen, 2007)
-
immunoglobulin
bermanfaat melawan infeksi dan perlindungan kekebalan tubuh (Kanwar et al., 2009)
-
whey
glykomacropeptida berperan sebagai antimikrobial, antivirus, bifidogenik, dan
menghambat nafsu makan (Kanwar et al., 2009; Brody, 2000).
-
lactoferrin
berfungsi sebagai antimikrobial, antioksidatif dan immunomodulatory (Kanwar et
al., 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar