Peran Bakteri Asam Laktat dalam Pangan
Peranan bakteri asam laktat dalam
bahan pangan lebih banyak menguntungkan daripada merugikan. Bakteri asam laktat
yang aktif dalam fermentasi makanan, akan memberikan daya simpan produk yang
lebih lama dibandingkan tanpa bakteri asam laktat. Daya simpan produk ini
disebabkan oleh asam laktat khususnya dan senyawa asam lain yang diproduksi
sebagai hasil metabolisme bakteri asam laktat. Senyawa tersebut disebut juga
antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk maupun patogen
makanan. Selain menghasilkan senyawa-senyawa organik beberapa galur bakteri
asam laktat juga menghasilkan senyawa protein yang bersifat bakterisidal
terhadap bakteri gram positif dan gram negatif yang disebut bakteriosin (Tahara
et al., 1996).
Peran lain dari BAL adalah mampu
meningkatkan keamanan pangan dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri
pembusuk makanan dan bakteri patogen, baik bakteri Gram positif maupun Gram
negatif (Robredo dan Torres, 2000). Penghambatan yang dilakukan oleh BAL
terhadap mikroorganisme yang lainnya dimungkinkan karena BAL menghasilkan
produk metabolit yang bersifat antimikroba antara lain diasetil, hidrogen
peroksida, asam-asam organik dan bakteriosin (Surono, 2004).
Komponen antimikroba tersebut
terdapat di dalam makanan melalui berbagai cara, yaitu (1) terdapat secara
alamiah di dalam bahan pangan (2) ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan
(3) terbentuk selama pengolahan atau jasad renik yang tumbuh selama fermentasi
makanan. Zat-zat yang digunakan sebagai antimikroba harus mempunyai beberapa
kriteria ideal antara lain tidak bersifat racun bagi bahan pangan, ekonomis,
tidak menyebabkan perubahan cita rasa dan aroma makanan, tidak mengalami
penurunan aktivitas karena adanya komponen makanan, tidak menyebabkan timbulnya
galur resisten dan sebaiknya membunuh daripada hanya menghambat pertumbuhan
mikroba (Frazier dan Westhoff, 1988).
Kemampuan suatu zat antimikroba
dalam menghambat pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara
lain (1) konsentrasi zat pengawet, (2) waktu penyimpanan, (3) suhu lingkungan,
(4) sifat-sifat mikroba (jenis konsentrasi, umur dan keadaan mikroba), dan (5)
sifat-sifat fisik dan kimia makanan termasuk kadar air, pH, jenis dan jumlah
senyawa didalamnya (Fardiaz, 1992). Kemampuan BAL dalam menghasilkan
senyawa antimikroba dilaporkan oleh beberapa peneliti. Nowroozi et al.
(2004) menyatakan bahwa L. plantarum mempunyai aktivitas antimikroba lebih
besar terhadap S. aureus dan E. coli dibandingkan dengan beberapa
BAL lainnya, seperti Lactobacillus brevis, Lactobacillus casei,
Lactobacillus delbruekii dan Lactobacillus acidophilus. Toksoy et
al. (1999) menyatakan bahwa L. plantarum AX5L yang diisolasi dari sosis
dapat menghambat E. coli, S. aureus dan B. subtilis karena L.
plantarum AX5L mampu menghasilkan H2O2, asam laktat sebesar 0.88% dan
bakteriosin plantarisin. Streptococcus lactis memiliki aktivitas
bakterisidal terhadap bakteri Gram positif maupun Gram negative, antara lain Enterococcus
faecalis, Bacillus subtilis, Salmonella typhimurium dan Eschericia
coli (Suarsana et al., 2001).
Bakteriosin
Sejumlah galur BAL secara alami
mampu menghasilkan substansi protein, biasanya memiliki bobot molekul yang
kecil yang mampu menghambat bakteri lain, secara umum substansi ini dikenal
dengan nama bakteriosin. Bakteriosin mempunyai aktivitas antimikroba terhadap
patogen pencemar makanan (foodborne) dan organisme berspora lainnya
(Karaoglu et al., 2003). Bakteriosin bersifat irrevesible, mudah
dicerna, berpengaruh positif terhadap kesehatan dan aktif pada konsentrasi
rendah (Savadogo et al., 2006).Berdasarkan karakteristiknya,
bakteriosin dapat dikelompokkan menjadi empat kelas yaitu kelas I adalah grup
lantibiotik (modified bacteriocins) di antaranya nisin, lactococin,
lacticin, carnocin dan cytolysin; kelas II adalah bakteriosin yang
mempunyai berat molekul rendah, tahan panas 100- 121oC; kelas III
adalah bakteriosin yang mempunyai berat molekul tinggi dan bersifat tidak tahan
panas, serta kelas IV yaitu kompleks bakteriosin, proteinnya berikatan dengan
lipid dan atau karbohidrat (Karaoglu et al. 2003; Savadogo et al. 2006).Setiap bakteriosin mempunyai
reseptor spesifik sel sasaran, dan memiliki cara kerja yang berbeda-beda dalam
menghambat sel sasaran, antara lain (1) mengganggu metabolisme sel mikroba, (2)
menghambat sintesis dinding sel mikroba, (3) mengganggu keutuhan membran sel
mikroba, (4) menghambat sintesis protein sel mikroba yang berlangsung di
ribosom, dan (5) menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba. Bakteriosin
terlebih dahulu masuk ke dalam sel sasarannya, melewati dinding atau membran
sitoplasma agar dapat masuk atau teradsorpsi ke dalam sel sasaran untuk
menghambat bakteri (Ogunbawo et al., 2003).
Asam Organik
Terbentuknya asam laktat dan asam
organik oleh BAL dapat menyebabkan penurunan pH, akibatnya mikroba yang tidak
tahan terhadap kondisi pH yang relatif rendah akan terhambat. Akumulasi produk
akhir asam yang rendah pH-nya menghasilkan penghambatan yang luas terhadap Gram
positif maupun Gram negatif. Efek penghambatan dari asam organik terutama
berhubungan dengan jumlah asam yang tidak terdisosiasi. Asam yang tidak
terdisosiasi dapat berdifusi secara pasif ke dalam membran sel. Di dalam sel,
asam tersebut terdisosiasi menjadi proton dan anion lalu mempengaruhi pH di
dalamnya (Jenie, 1996). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa asam laktat dapat
menghambat Staphylococcus aureus. Salmonellae dihambat oleh asam
laktat pada pH lebih rendah dari 4,4 (Naidu dan Clemens, 2000).Menurut Doores (1993), asam laktat
dengan konsentrasi 1-1,25% yang disemprotkan terhadap karkas sapi muda diikuti
dengan pengemasan vakum dapat menurunkan jumlah mikroba setelah penyimpanan
selama 14 hari pada suhu 2oC. Metode lain dari pengawetan asam
laktat adalah pencelupan. Jumlah mikroba dari kulit unggas yang telah
dicelupkan selama 15 detik pada 19oC dalam 2% pada pH 2,2 turun dari
5,2 menjadi 3,7 log CFU/g.Sinergisme asam organik tertentu
misalnya asam asetat dan asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat
akan menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp.
Penghambatan ini disebabkan oleh bakteri asam laktat L. plantarum yang
menghasilkan senyawa antimikroba hidrogen peroksida. Melalui mekanisme laktoperoksidase,
hidrogen peroksida dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti bakteri
E.coli, Salmonella sp. dan Staphylococcus (Vuyst dan
Vandamme, 1994).
Hidrogen Peroksida
BAL memproduksi H2O2
(hidrogen peroksida) melalui transport elektron via enzim flavin. Dengan adanya
H2O2, bentuk anion superoksida merusak radikal hidroksi.
Proses antimikrobanya melibatkan peroksidase lipid membran dan meningkatkan permeabilitas membran.
Hasilnya adalah efek bakterisidal dari metabolit oksigen yang mengakibatkan
terjadinya oksidasi sel bakteri dan akhirnya merusak asam nukleat dan protein
sel (Naidu dan Clemens, 2000).Fungsi H2O2
sebagai antimikroba tergantung pada kemampuan oksidatifnya. Kemampuan untuk
mengoksidasi menyebabkan perubahan tetap pada sistem enzim sel mikroba.
Kemampuan bakterisidal dari H2O2 beragam tergantung pH,
konsentrasi, suhu, waktu, dan tipe serta jumlah mikroorganisme. Pada kondisi
tertentu spora bakteri ditemukan paling resistan terhadap H2O2,
diikuti dengan bakteri Gram positif. Bakteri yang paling sensitif terhadap H2O2
adalah bakteri Gram negatif, terutama koliform (Branen dan Davidson, 1993).
Mekanisme Kerja Antimikroba
Mekanisme kerja antimikroba terhadap
mikroba terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu (1) mengganggu pembentukan
dinding sel. Mekanisme ini disebabkan adanya akumulasi komponen lipofilat yang
terdapat pada dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa antimikroba dipengaruhi
oleh bentuk tak terdisosiasi. Pada konsentrasi rendah molekul-molekul phenol
yang terdapat pada minyak thyme kebanyakan berbentuk tidak terdisosiasi, lebih
hidrofobik, dapat mengikat daerah hidrofobik membran protein dan dapat melarut
baik pada fase lipid dari membran bakteri; (2) bereaksi dengan membran sel.
Komponen bioaktif dapat mengganggu dan mempengaruhi integritas membran
sitoplasma yang dapat menyebabkan kebocoran intraseluler, seperti senyawa
phenol dapat mengakibatkan lisis sel dan menyebabkan denaturasi protein,
menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel; (3) menginaktivasi enzim. Mekanisme
yang terjadi menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu dalam memperthankan
kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga mengakibatkan enzim akan memerlukan
energi dalam jumlah besar untuk mempertahnkan kelangsungan aktivitasnya.
akibatnya energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan menjadi berkurang sehingga
aktivitas mikroba menjadi terhambat atau jika kondisi ini berlangsung lama akan
menyebabkan pertumbuhan mikroba terhenti (inaktif); (4) menginaktivasi fungsi
material genetik. Komponen bioaktif dapat mengganggu pemebentukan asam nukleta
(RNA dan DNA), menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang
selanjutnya akan menginaktivasi atau merusak mutu genetik sehingga menyebabkan
terganggunya proses pembelahan sel untuk pembiakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar