Senin, 09 September 2013

Total BAL, pH, Kekentalan, dan Kesukaan Yogurt Drink dengan Penambahan Ekstrak Buah Belimbing

            Penambahan ekstrak buah belimbing (0, 1, 2, 3) pada proses pembuatan yogurt drink berpengaruh terhadap karakteristik yogurt yang dihasilkan. Semakin tinggi penambahan ekstrak buah belimbing, profil sakarida semakin turun, total BAL yang dihasilkan semakin tinggi, pH relatif tetap dan cenderung asam, lebih kental daripada susu dan disukai. Hubungan parameter total BAL, pH, kekentalan dan kesukaan yogurt drink diamati pada jam kelima. Pengamatan keempat parameter ini didasarkan pada hasil akhir yogurt drink setelah lima jam inkubasi. Total bakteri asam laktat cenderung mengalami kenaikan sampai pada jam kelima inkubasi. Bakteri asam laktat membutuhkan substrat sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya. Gula pada yogurt drink dengan penambahan ekstrak buah belimbing baik laktosa, glukosa, galaktosa dan fruktosa setelah jam kelima cenderung mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa laktosa, glukosa, galaktosa, dan fruktosa dimanfaatkan oleh BAL sebagai sumber energi bagi pertumbuhannya. Pemanfaatan ini dilihat dari total BAL yang semakin meningkat. Peningkatan total BAL seiring dengan peningkatan pembentukan asam laktat yang dapat dilihat dari nilai pH yang semakin rendah yaitu 4,1. Rendahnya pH yogurt drink yang dihasilkan akan menyebabkan terdenaturasinya kasein yang mengalami koagulasi dan peningkatan kekentalan. Perubahan sifat fisik baik pH maupun kekentalan berperan terhadap kesukaan dari produk akhir yang dihasilkan. Yogurt drink yang lebih disukai yaitu pada perlakuan penambahan ekstrak buah belimbing 2% (T2). Menurut Jannah et al. (2012) bahan padat dalam susu seperti laktosa dan kasein akan berpengaruh terhadap penurunan nilai pH. Proses fermentasi menghasilkan asam laktat yang mempengaruhi jumlah keasaman dan menyebabkan penurunan nilai pH dan mengakibatkan protein terkoagulasi sehingga berakibat pada kekentalan yogurt. Kekentalan yogurt drink lebih rendah daripada yogurt pada umumnya. Menurut Yaman et al. (2006) rasa dan tekstur adalah dua faktor penting yang menentukan kualitas dan penerimaan konsumen dari yogurt. Karakteristik sensori yang mempengaruhi kesukaan panelis dari produk akhir yogurt dipengaruhi oleh kontribusi penambahan buah (O’Rell dan Chandan, 2006).

Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat Yogurt dengan Penambahan Buah

 Bakteri asam laktat dapat tumbuh lebih baik pada media yang memenuhi persyaratan untuk pertumbuhannya (Nurwantoro dan Djarijah, 1997). Berdasarkan SNI (2009) bahwa yogurt memiliki kultur starter sebesar minimal 1x107 CFU/ml. Syarat minimal kandungan bakteri probiotik dalam produk agar dapat memberikan manfaat positif bagi kesehatan adalah >106 CFU/gram produk (Shah, 2000).
Menurut Andriani (2010) pertumbuhan BAL terbagi menjadi 5 fase antara lain 1) Fase adaptasi yaitu fase menyesuaikan diri dengan substrat dan kondisi lingkungan disekitarnya. Fase ini belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin belum disintesis. Jumlah sel dalam fase ini mungkin tetap atau kadang-kadang menurun. Lama fase ini bervariasi, kecepatannya tergantung dari penyesuaiannya dengan lingkungan sekitar. 2) Fase pertumbuhan awal, pada fase ini sel mulai membelah dengan cepat dan konstan, dimana pertambahan jumlahnya mengikuti kurva logaritmik. Kecepatan pertumbuhan pada fase ini sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuh seperti pH dan kandungan nutrien, juga kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban udara. Sel pada fase ini membutuhkan energi lebih banyak daripada pada fase lainnya, sel juga paling sensitif terhadap keadaan lingkungan (Nurwantoro dan Djarijah, 1997).
Fase selanjutnya yaitu fase pertumbuhan lambat, terjadi perlambatan pertumbuhan yang disebabkan seperti zat nutrisi didalam media sudah sangat berkurang dan adanya hasil metabolit yang kemungkinan menghambat pertumbuhan. Pertumbuhan sel pada fase ini tidak stabil, tetapi jumlah populasinya masih meningkat karena jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak dibandingkan dengan jumlah sel yang mati (Andriani, 2010). Fase selanjutnya yaitu pertumbuhan tetap (statis) dimana jumlah populasi sel pada fase ini tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Ukuran sel pada fase ini menjadi lebih kecil karena sel tetap membelah meskipun zat nutrisi sudah mulai habis. Biasanya pada fase ini sel-sel menjadi lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang memadai. 5) Fase menuju kematian dan fase kematian. Sebagian populasi BAL pada fase ini mulai mengalami kematian karena nutrien dalam media sudah habis. Selain itu, semakin tingginya hasil metabolit yang diproduksi menyebabkan jumlah sel yang mati semakin lama semakin banyak (Nurwantoro dan Djarijah, 1997).
Umumnya pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti komposisi kimia susu, jumlah inokulum, temperatur susu, waktu inkubasi, waktu pendinginan susu dan lama penyimpanan (Mahdian dan Tehrani, 2007). Tingginya total bakteri asam laktat merupakan hasil kinerja L. bulgaricus dan  S. thermophillus yang saling bersinergi dalam perbanyakan sel (Miwada et al., 2008).
Bakteri asam laktat (BAL) memanfaatkan glukosa yang ada dalam media fermentasi untuk pertumbuhannya. Pemanfaatan gula yang ada dalam substrat untuk pertumbuhan BAL akan terlihat dengan meningkatnya populasi sel BAL (Widowati dan Misgiyarta, 2003). Penambahan glukosa secara statistik berpengaruh nyata terhadap total BAL, hal ini disebabkan glukosa digunakan sebagai prekursor dan sumber energi awal oleh bakteri asam laktat sebelum memfermentasi karbohidrat lain. Jadi, semakin banyak glukosa yang ditambahkan maka persediaan nutrisi untuk bakteri asam laktat lebih banyak sehingga bakteri asam laktat yang hidup lebih banyak (Jene et al., 2004).
Penambahan glukosa lebih dari 5% akan menghambat pertumbuhan mikroba pada pembuatan susu fermentasi. Pada konsentrasi glukosa 6% kemungkinan sel akan mengalami lisis karena adanya perbedaan tekanan osmotik (Tamime dan Robinson, 2007). Akan tetapi menurut Kailasapathy et al. (2008) penambahan 5% buah tidak berpengaruh terhadap kelangsungan hidup L. acidophillus dan Bifidobacteria dalam yogurt. Faktor-faktor lain seperti pengasaman pasca-penyimpanan mungkin lebih berpengaruh atas penurunan jumlah dari bakteri ini.
Populasi bakteri asam laktat mengalami penurunan kemungkinan juga disebabkan karena mulai terakumulasinya sisa metabolisme yang mempunyai efek kurang menguntungkan bagi bakteri tersebut (Nurwantoro et al., 2009). Namun, faktor utama turunnya kelangsungan hidup organisme probiotik dikaitkan dengan adanya penurunan pH medium dan akumulasi asam organik sebagai hasil metabolit fermentasi (Shah, 2000). Selama masa penyimpanan terjadi penurunan total BAL rata-rata 1 log (CFU/ml). Pertumbuhan BAL pada umumnya akan berpengaruh terhadap keasamanan (Mulyani et al., 2008).
Penghambatan pertumbuhan bakteri yogurt dapat menggunakan penambahan jus buah dengan persentase tinggi, misalnya strawberri. Metode ini dapat menghambat pertumbuhan L. delbrueckii subsp. bulgaricus (Venizelou et al., 2000). Hal ini disebabkan kultur L. delbrueckii subsp. bulgaricus tidak mampu memfermentasi sukrosa atau gula yang digunakan menjadi asam laktat (Jene et al., 2004). Penambahan rasa buah (cerri, jeruk, strawberri dan pisang) atau pemanis lainnya untuk yogurt tidak menunjukkan dampak yang signifikan terhadap total bakteri (Con et al., 1996). Penambahan jus buah menghasilkan dampak negatif pada bakteri kultur starter mungkin disebabkan keadaan media yang sangat asam. Tampaknya bahwa penurunan pH di yogurt berkontribusi terhadap kelangsungan hidup bakteri kultur starter dalam stirred yogurt buah menjadi lebih rendah atau menurun (Vinderola et al., 2002).
Menurut penelitian yang dilakukan Vinderola et al. (2002) bahwa penambahan perisa dari strawberri, vanilla atau pisang hanya berpengaruh terhadap sedikit strain bakteri pada yogurt yaitu S. thermophillus and L. delbrueckii subsp. bulgaricus. Menurut penelitian Kailasapathy et al. (2008) terdapat perbedaan yang signifikan pada jumlah L. acidophillus diantara berbagai jenis yogurt. Yogurt plain mengandung jumlah L. acidophillus yang lebih tinggi dibandingkan yogurt yang mengandung campuran berri atau markisa. Akan tetapi yogurt plain tidak mengandung L. acidophillus lebih tinggi dibandingkan yogurt yang ditambah mangga atau strawberri. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa campuran buah yang ditambahkan pada yogurt memiliki dampak yang signifikan terhadap kelangsungan hidup L. acidophillus. Sedangkan jumlah Bifidobacteria tidak terdapat perbedaan antara berbagai jenis yogurt selama periode penyimpanan yang sama.

Pertumbuhan BAL pada proses fermentasi mengalami beberapa fase. Fase pertumbuhan BAL akan mengalami peningkatan dan penurunan jumlah BAL dalam produk yogurt. Peningkatan dan penurunan jumlah BAL ini dipengaruhi oleh beberapa hal. Hal yang mempengaruhi peningkatan jumlah BAL seperti jumlah nutrisi relatif tinggi (terutama gula), proses fermentasi (suhu, waktu inkubasi) dan sinergi antara BAL. Bakteri asam laktat juga mengalami fase penurunan, yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti nutrien dalam media sudah banyak termanfaatkan dan terbentuknya hasil metabolit. Penambahan buah pada yogurt drink akan mempengaruhi peningkatan atau penurunan total BAL.

Jumat, 09 November 2012

Peran Bakteri Asam Laktat dalam Pangan


Peranan bakteri asam laktat dalam bahan pangan lebih banyak menguntungkan daripada merugikan. Bakteri asam laktat yang aktif dalam fermentasi makanan, akan memberikan daya simpan produk yang lebih lama dibandingkan tanpa bakteri asam laktat. Daya simpan produk ini disebabkan oleh asam laktat khususnya dan senyawa asam lain yang diproduksi sebagai hasil metabolisme bakteri asam laktat. Senyawa tersebut disebut juga antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk maupun patogen makanan. Selain menghasilkan senyawa-senyawa organik beberapa galur bakteri asam laktat juga menghasilkan senyawa protein yang bersifat bakterisidal terhadap bakteri gram positif dan gram negatif yang disebut bakteriosin (Tahara et al., 1996). 

Peran lain dari BAL adalah mampu meningkatkan keamanan pangan dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk makanan dan bakteri patogen, baik bakteri Gram positif maupun Gram negatif (Robredo dan Torres, 2000). Penghambatan yang dilakukan oleh BAL terhadap mikroorganisme yang lainnya dimungkinkan karena BAL menghasilkan produk metabolit yang bersifat antimikroba antara lain diasetil, hidrogen peroksida, asam-asam organik dan bakteriosin (Surono, 2004).

Komponen antimikroba tersebut terdapat di dalam makanan melalui berbagai cara, yaitu (1) terdapat secara alamiah di dalam bahan pangan (2) ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan (3) terbentuk selama pengolahan atau jasad renik yang tumbuh selama fermentasi makanan. Zat-zat yang digunakan sebagai antimikroba harus mempunyai beberapa kriteria ideal antara lain tidak bersifat racun bagi bahan pangan, ekonomis, tidak menyebabkan perubahan cita rasa dan aroma makanan, tidak mengalami penurunan aktivitas karena adanya komponen makanan, tidak menyebabkan timbulnya galur resisten dan sebaiknya membunuh daripada hanya menghambat pertumbuhan mikroba (Frazier dan Westhoff, 1988).

Kemampuan suatu zat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain (1) konsentrasi zat pengawet, (2) waktu penyimpanan, (3) suhu lingkungan, (4) sifat-sifat mikroba (jenis konsentrasi, umur dan keadaan mikroba), dan (5) sifat-sifat fisik dan kimia makanan termasuk kadar air, pH, jenis dan jumlah senyawa didalamnya (Fardiaz, 1992). Kemampuan BAL dalam menghasilkan senyawa antimikroba dilaporkan oleh beberapa peneliti. Nowroozi et al. (2004) menyatakan bahwa L. plantarum mempunyai aktivitas antimikroba lebih besar terhadap S. aureus dan E. coli dibandingkan dengan beberapa BAL lainnya, seperti Lactobacillus brevis, Lactobacillus casei, Lactobacillus delbruekii dan Lactobacillus acidophilus. Toksoy et al. (1999) menyatakan bahwa L. plantarum AX5L yang diisolasi dari sosis dapat menghambat E. coli, S. aureus dan B. subtilis karena L. plantarum AX5L mampu menghasilkan H2O2, asam laktat sebesar 0.88% dan bakteriosin plantarisin. Streptococcus lactis memiliki aktivitas bakterisidal terhadap bakteri Gram positif maupun Gram negative, antara lain Enterococcus faecalis, Bacillus subtilis, Salmonella typhimurium dan Eschericia coli (Suarsana et al., 2001). 

Bakteriosin

Sejumlah galur BAL secara alami mampu menghasilkan substansi protein, biasanya memiliki bobot molekul yang kecil yang mampu menghambat bakteri lain, secara umum substansi ini dikenal dengan nama bakteriosin. Bakteriosin mempunyai aktivitas antimikroba terhadap patogen pencemar makanan (foodborne) dan organisme berspora lainnya (Karaoglu et al., 2003). Bakteriosin bersifat irrevesible, mudah dicerna, berpengaruh positif terhadap kesehatan dan aktif pada konsentrasi rendah (Savadogo et al., 2006).Berdasarkan karakteristiknya, bakteriosin dapat dikelompokkan menjadi empat kelas yaitu kelas I adalah grup lantibiotik (modified bacteriocins) di antaranya nisin, lactococin, lacticin, carnocin dan cytolysin; kelas II adalah bakteriosin yang mempunyai berat molekul rendah, tahan panas 100- 121oC; kelas III adalah bakteriosin yang mempunyai berat molekul tinggi dan bersifat tidak tahan panas, serta kelas IV yaitu kompleks bakteriosin, proteinnya berikatan dengan lipid dan atau karbohidrat (Karaoglu et al. 2003; Savadogo et al. 2006).Setiap bakteriosin mempunyai reseptor spesifik sel sasaran, dan memiliki cara kerja yang berbeda-beda dalam menghambat sel sasaran, antara lain (1) mengganggu metabolisme sel mikroba, (2) menghambat sintesis dinding sel mikroba, (3) mengganggu keutuhan membran sel mikroba, (4) menghambat sintesis protein sel mikroba yang berlangsung di ribosom, dan (5) menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba. Bakteriosin terlebih dahulu masuk ke dalam sel sasarannya, melewati dinding atau membran sitoplasma agar dapat masuk atau teradsorpsi ke dalam sel sasaran untuk menghambat bakteri (Ogunbawo et al., 2003). 

Asam Organik

Terbentuknya asam laktat dan asam organik oleh BAL dapat menyebabkan penurunan pH, akibatnya mikroba yang tidak tahan terhadap kondisi pH yang relatif rendah akan terhambat. Akumulasi produk akhir asam yang rendah pH-nya menghasilkan penghambatan yang luas terhadap Gram positif maupun Gram negatif. Efek penghambatan dari asam organik terutama berhubungan dengan jumlah asam yang tidak terdisosiasi. Asam yang tidak terdisosiasi dapat berdifusi secara pasif ke dalam membran sel. Di dalam sel, asam tersebut terdisosiasi menjadi proton dan anion lalu mempengaruhi pH di dalamnya (Jenie, 1996). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa asam laktat dapat menghambat Staphylococcus aureus. Salmonellae dihambat oleh asam laktat pada pH lebih rendah dari 4,4 (Naidu dan Clemens, 2000).Menurut Doores (1993), asam laktat dengan konsentrasi 1-1,25% yang disemprotkan terhadap karkas sapi muda diikuti dengan pengemasan vakum dapat menurunkan jumlah mikroba setelah penyimpanan selama 14 hari pada suhu 2oC. Metode lain dari pengawetan asam laktat adalah pencelupan. Jumlah mikroba dari kulit unggas yang telah dicelupkan selama 15 detik pada 19oC dalam 2% pada pH 2,2 turun dari 5,2 menjadi 3,7 log CFU/g.Sinergisme asam organik tertentu misalnya asam asetat dan asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat akan menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. Penghambatan ini disebabkan oleh bakteri asam laktat L. plantarum yang menghasilkan senyawa antimikroba hidrogen peroksida. Melalui mekanisme laktoperoksidase, hidrogen peroksida dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti bakteri E.coli, Salmonella sp. dan Staphylococcus (Vuyst dan Vandamme, 1994). 

Hidrogen Peroksida

BAL memproduksi H2O2 (hidrogen peroksida) melalui transport elektron via enzim flavin. Dengan adanya H2O2, bentuk anion superoksida merusak radikal hidroksi. Proses antimikrobanya melibatkan peroksidase lipid membran  dan meningkatkan permeabilitas membran. Hasilnya adalah efek bakterisidal dari metabolit oksigen yang mengakibatkan terjadinya oksidasi sel bakteri dan akhirnya merusak asam nukleat dan protein sel (Naidu dan Clemens, 2000).Fungsi H2O2 sebagai antimikroba tergantung pada kemampuan oksidatifnya. Kemampuan untuk mengoksidasi menyebabkan perubahan tetap pada sistem enzim sel mikroba. Kemampuan bakterisidal dari H2O2 beragam tergantung pH, konsentrasi, suhu, waktu, dan tipe serta jumlah mikroorganisme. Pada kondisi tertentu spora bakteri ditemukan paling resistan terhadap H2O2, diikuti dengan bakteri Gram positif. Bakteri yang paling sensitif terhadap H2O2 adalah bakteri Gram negatif, terutama koliform (Branen dan Davidson, 1993).

Mekanisme Kerja Antimikroba 

Mekanisme kerja antimikroba terhadap mikroba terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu (1) mengganggu pembentukan dinding sel. Mekanisme ini disebabkan adanya akumulasi komponen lipofilat yang terdapat pada dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa antimikroba dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi. Pada konsentrasi rendah molekul-molekul phenol yang terdapat pada minyak thyme kebanyakan berbentuk tidak terdisosiasi, lebih hidrofobik, dapat mengikat daerah hidrofobik membran protein dan dapat melarut baik pada fase lipid dari membran bakteri; (2) bereaksi dengan membran sel. Komponen bioaktif dapat mengganggu dan mempengaruhi integritas membran sitoplasma yang dapat menyebabkan kebocoran intraseluler, seperti senyawa phenol dapat mengakibatkan lisis sel dan menyebabkan denaturasi protein, menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel; (3) menginaktivasi enzim. Mekanisme yang terjadi menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu dalam memperthankan kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga mengakibatkan enzim akan memerlukan energi dalam jumlah besar untuk mempertahnkan kelangsungan aktivitasnya. akibatnya energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan menjadi berkurang sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat atau jika kondisi ini berlangsung lama akan menyebabkan pertumbuhan mikroba terhenti (inaktif); (4) menginaktivasi fungsi material genetik. Komponen bioaktif dapat mengganggu pemebentukan asam nukleta (RNA dan DNA), menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya akan menginaktivasi atau merusak mutu genetik sehingga menyebabkan terganggunya proses pembelahan sel untuk pembiakan. 

Jumat, 27 Juli 2012

Jangan marah.. Jangan marah.. Jangan marah..


Memang tidak gampang meredakan emosi, terlebih pada saat menjalankan puasa. Betul??
Saat puasa gini, ada ajaaa yang bikin marah, esmosi, dll. Kalo gak bisa ditahan bisa aja membatalkan puasa.. Padahal puasa itu salah satu bulan yang harusnya dijadikan sebagai wahana memperbaiki diri, mencari pahala sebanyak-banyaknya.. Iya kan? Kalo bahasa Jawanya tuh, eman-eman cuma gara2 masalah sepele bisa menyebabkan puasa kita batal.
So, jangan marah. Karena marah itu..

Efeknya bisa merusak tubuh
Kemarahan itu dapat meningkatkan detak jantung dan tekanan darah. Sebuah studi yang dilakukan John Hopkins University terhadap lebih dari 1000 dokter melaporkan, dokter muda yang cepat memberikan reaksi terhadap stres dengan kemarahan nyatanya punya risiko 5 kali lebih besar terkena serangan jantung daripada koleganya yang lebih kalem walaupun tidak ada sejarah medis dari keluarga mereka yang menderita sakit jantung.
Lalu bagaimana mengatasinya? Mengingat sikap dan tindakan agresi (termasuk marah) sebenarnya reaksi alami terhadap ancaman, harus diingat, marah boleh-boleh saja asal sesuai porsi. Kemarahan berlebihan bisa berbahaya. Menemukan respon yang pas itulah yang penting. Mana yang lebih sehat, mengekspresikan atau menahan kemarahan?

Caranya arahkan ke perilaku konstruktif
Sebagian orang memilih untuk memfokuskan diri pada hal-hal positif daripada memikirkan hal-hal yang memicu amarah. Tujuannya, mengarahkan kembali emosi Anda ke arah perilaku yang lebih konstruktif. Pengarahan kembali bisa menjadi salah satu bentuk penahanan diri.
Kemarahan yang ditahan bisa mengarah pada perbuatan pasif agresif -misalnya keinginan untuk menyingkirkan orang lain secara tidak langsung.
Kalau Anda tergolong orang semacam itu, mengekspresikan kemarahan tampaknya menjadi langkah paling tepat. Kunci keberhasilan mengekspresikan emosi terletak pada sikap asertif. Menjelaskan kebutuhan apa yang harus Anda penuhi tanpa menyakiti orang lain menjadi cara sehat untuk mengatasi kemarahan. Begitu tahu apa yang Anda inginkan, cobalah melakukan introspeksi sebelum memulai suatu tindakan yang baru.

Strategi mengendalikan kemarahan tuhh..
-Relaksasi, bisa membantu meringankan emosi. Coba aja metode berikut:
• Teknik olah nafas, misalnya meditasi
• Berlatih olah tubuh seperti yoga
• Membayangkan pengalaman yang membuat Anda santai, misalnya jalan-jalan di sepanjang pantai
• Mengulangi kalimat "Tenang, tenang" juga bisa membantu

Komunikasi yang lebih baik:
Jika suatu waktu Anda berada dalam diskusi yang sengit, tenangkan diri dan pikirkan apa yang akan Anda ucapkan nantinya. Bisa membantu kalau Anda berusaha mendengarkan apa yang dibicarakan orang lain. Mendengarkan dengan seksama membantu Anda saat akan memberikan respon yang tepat. Jika melakukannya, bukan tidak mungkin Anda menemukan solusi dari permasalahan yang tengah dibahas.

Humor:
Memberikan pancingan berupa humor kadangkala meredakan emosi yang sudah mulai mendidih. Kalau ada seseorang yang terasa mengganggu Anda, bayangkan saja ia tidak pakai baju! Humor seringkali mengurangi ketegangan yang sudah menyebar di ruangan yang penuh konfrontasi.

Rehat sejenak:
Punya jadwal waktu sendirian bukan saja berharga tapi juga penting. Sedikit saja waktu untuk merenung atau memikirkan kembali bisa membantu Anda mendapatkan perspektif baru. Aktivitas fisik seperti jalan-jalan, menuliskan pemikiran, ngobrol dengan teman atau mendengarkan musik, toh tidak akan mengurangi waktu Anda melakukan aktivitas lainnya.

Perlu diingat, menghadapi kemarahan bisa jadi dianggap rumit bagi sebagian orang. Tetapi kini Anda sudah tahu bagaimana caranya mengendalikan diri kan? 
Inget2 aja hadist ini..
Dari Abu Hurairah Radliyallahu’anhu, bahwa seseorang berkata kepada Nabi Shalallahu alaihi wasallam : berwasiatlah kepadaku. Beliau bersabda : jangan menjadi seorang pemarah. Kemudian diulang-ulang beberapa kali. Dan beliau bersabda : janganlah menjadi orang pemarah (HR. Bukhari).

Selamat menunaikan ibadah puasa.. 





_diambil dari berbagai sumber_
:) :) :)

Minggu, 22 Juli 2012

_Cultured Buttermilk_



Buttermilk
Buttermilk adalah hasil samping (by-product) dari industri mentega. Buttermilk dihasilkan ketika proses churning pada krim susu (Walstra et al., 2006). Buttermilk segar memiliki flavor yang milky (seperti susu), manis dan buttery (seperti mentega) (Heiler and Schieberle, 1996). Komposisi buttermilk yaitu air 90,7%, protein 3,5%, lemak 0,5%, mineral 0,7%, dan gula 4,6% (Leatherman dan Wilster, 2000). Buttermilk mengandung lemak yang lebih rendah daripada susu biasa. Buttermilk juga tinggi kalium, vitamin B12, kalsium, dan riboflavin serta merupakan sumber fosfor. Buttermilk rasanya agak seperti yogurt dan ketebalannya di antara susu dan krim kental.
Buttermilk mengandung komponen lipid dan protein yang tidak ditemukan dalam konsentrasi yang besar pada fraksi susu yang lain. Buttermilk juga mengandung komponen larut air pada krim seperti laktosa dan mineral. Buttermilk mengandung phospholipid yang relatif tinggi yang bersifat sebagai pengemulsi (Heiler and Schieberle, 1996). Komposisi buttermilk mirip dengan susu bubuk skim, namun buttermilk mengandung lebih banyak komponen membran globul lemak (milk fat globule membrane / MFGM) (Malin et al., 1994.). MFGM banyak fosfolipid, termasuk fosfatidilkolin (lesitin), phosphatidylethanolamine, dan sphingomyelin. MFGM fosfolipid, terutama sphingomyelin, diketahui memiliki efek kesehatan yang menguntungkan (Corredig dan Dalgleish, 1997).
Buttermilk digunakan sebagai bahan fungsional dalam banyak produk makanan seperti salad dressing, saus pasta, coklat, bumbu keju, campuran es krim, dan yogurt (O'Connell dan Fox, 2000). Sifat fungsional utama dari buttermilk adalah emulsifikasi (Raval dan Mistry, 1999). Penggunaan buttermilk sebagai bahan dalam produk makanan untuk meningkatkan sifat sensoris dan fisik. Hal ini termasuk menambahkannya pada jus buah sebagai suplemen (Shukla et al., 2004), pada es krim sebagai pengganti susu bubuk tanpa lemak, dan untuk memperbaiki tekstur yogurt. Penggunaan buttermilk dengan menerapkan kondisi fermentasi yang sesuai, memberikan yogurt rendah lemak dapat diterima dengan sifat probiotik, dimana pengasaman selama penyimpanan lambat dan tekstur menjadi lunak (Trachoo dan Mistry, 1998). Selain itu, buttermilk juga ditambahkan pada cokelat (Liang dan Hartel, 2004), keju Mozzarella rendah lemak (Poduval dan Mistry, 1999), dan keju Cheddar (Mistry et al., 1996).

Cultured Buttermilk
Cultured buttermilk merupakan hasil samping pembuatan mentega yang kemudian difermentasi. Umumnya dibuat dengan bahan dasar susu skim ataupun whole milk. Produk ini sering digunakan sebagai bahan dasar pada industri roti (Legowo et al., 2009). Cultured buttermilk adalah produk fermentasi susu yang dibuat dari mempasteurisasi susu skim rendah lemak dengan bakteri asam laktat mesofilik yang ditambahkan sebagai starter (Robinson, 2002).
Cultured buttermilk biasanya dikonsumsi segar, dan harus disimpan dalam lemari es selama distribusi. Produk ini biasanya dibuat dari susu pasteurisasi (whole milk atau skim), menggunakan campuran bakteri mesofilik yang memproduksi asam yaitu Lactococcus lactis subsp.lactis dan Lactococcus cremoris subsp.cremoris, dan memproduksi rasa baik bakteri Leuconostocs (L-starter) atau Leuconostocs dan Lactococcus diacetilactis (DL-starter). Pembuatan cultured buttermilk dari whole milk susu kambing dengan menggunakan DL-starter memiliki rasa yang baik seimbang dan sifat organoleptik yang baik (Youssef et al., 2011).
Cultured buttermilk yang dibuat dari susu skim mengandung air 90,5%, protein 3,5%, lemak 0,2%, mineral 0,8%, dan gula 5,0%. Kasein cultured milk lebih mudah dicerna dibandingkan dengan susu segar uncultured. Asam laktat yang mengendap pada kasein menjadi koagulum yang lembut. Curd yang terbentuk mudah dicerna di perut karena tidak ada bahaya curd yang dibentuk menjadi besar. Untuk alasan ini cultured buttermilk dapat digunakan oleh pasien yang menderita gangguan lambung tertentu (Leatherman dan Wilster, 2000).
     Bakteri asam laktat yang digunakan yaitu spesies Lactococcus dan Leuconostoc. Lactococcus digunakan untuk produksi asam dan Leuconostoc mampu memproduksi diasetil. Diasetil memberikan aroma buttery yang lembut (Marshall, 1992). Strain Lactococcus adalah produsen asam laktat, gram positif fakultatif anaerob, dan dikembangkan sebagai probiotik (Wahyudi dan Samsundari, 2008). Suhu fermentasi yang optimum adalah 22oC, agar dihasilkan produk yang memberikan citarasa yang khas. Apabila fermentasi susu skim pasteurisasi dilakukan pada suhu yang lebih tinggi akan mengakibatkan pertumbuhan L. lactis lebih dominan, sehingga produksi asam menjadi berlebihan dan mengurangi produksi aroma oleh L. cremoris (Surono, 2004).

Proses Pembuatan Cultured Buttermilk
Sebelum membuat cultured buttermilk perlu diperhatikan kualitas susu skim yang digunakan, efisien dalam mempasteurisasi susu, kultur starter dapat diandalkan, menginokulasi dengan jumlah kultur starter yang tepat dan suhu yang tepat, menambahkan krim apabila diinginkan, serta menyimpan produk pada suhu dingin (Leatherman dan Wilster, 2000).
Susu skim yang digunakan untuk buttermilk sebaiknya hanya berisi sejumlah kecil bakteri, susu harus sesegar mungkin. Susu harus dipasteurisasi dalam stainless steel berlapis, pasteurisasi dengan pemanasan sampai suhu 190°F (88oC) selama minimal 30 menit. Susu kemudian didinginkan dengan cepat untuk suhu inkubasi, atau jika akan diadakan selama beberapa waktu sebelum diinokulasi, suhu harus dikurangi hingga di bawah 50°F (10°C) (Leatherman dan Wilster, 2000). Bahan awal untuk buttermilk adalah susu skim atau susu rendah lemak. Susu pasteurisasi ini pada 82° sampai 88° C selama 10 - 30 menit. Proses pemanasan ini dilakukan untuk menghancurkan semua bakteri alami dan mengubah sifat protein untuk meminimalkan wheying off (pemisahan cair dari padatan) (Robinson, 2002).
Susu tersebut kemudian didinginkan sampai 22° C dan kultur starter bakteri diinginkan, seperti Lactococcus lactis, L. cremoris, Leuconostoc citrovorum dan Leuconostoc dextranicum ditambahkan untuk mengembangkan keasaman buttermilk dan rasa yang unik. Organisme ini digunakan dalam kombinasi yang tepat untuk mendapatkan rasa yang diinginkan. Proses pematangan memakan waktu sekitar 12 sampai 14 jam (semalam). Pada tahap yang benar didapatkan produk dengan rasa asam dan lembut. Kemudian diaduk untuk memecah curd, dan didinginkan sampai 7,2° C (45° F) untuk menghentikan fermentasi. Hal ini kemudian dikemas dan disimpan di bawah pendinginan (Robinson, 2002).
Inokulasi terdiri dari penambahan 1-4 % dari kultur starter. Kontaminasi selama inokulasi harus dicegah. Susu diaduk dan diinokulasi selama beberapa menit dan menyesuaikan suhu hingga 71°F (22°C). Lamanya masa inkubasi biasanya dari 14 sampai 16 jam. Curd halus yang tidak menunjukkan off wheying dibentuk selama periode ini. Keasaman sekitar 0,75-0,80%, jika keasaman lebih tinggi atau lebih rendah buttermilk akan kurang enak. Untuk meningkatkan kadar lemak, cultured buttermilk dapat ditambahkan krim, krim dipasteurisasi sehingga produk selesai akan berisi sekitar 1% lemak. Persentase ini mungkin akan sedikit menaikkan atau menurunkan (Leatherman dan Wilster, 2000).

Manfaat untuk Kesehatan
Bagaimana sebenarnya manusia dapat memperoleh manfaat dari buttermilk sebagai makanan keseluruhan belum jelas karena penelitian tentang  buttermilk ini kebanyakan berfokus pada fungsi senyawa tunggal dari produk susu, seperti fosfolipid, MFGM, kasein dan protein whey.

1.    Milk fat globule membrane (MFGM)
MFGM berisi lipid polar (misalnya fosfolipid (PL) & sphingolipid). Buttermilk adalah sumber dari glycerophospholipid yang efeknya pada kesehatan manusia yaitu memainkan peran penting dalam penanda sel dan memiliki dampak yang kuat pada perkembangan fungsi otak. Fungsi-fungsi ini sangat penting untuk anak-anak, orang tua dan mungkin untuk pasien Alzheimer. Sphingolipid memiliki potensi untuk menghambat kanker usus besar dan mungkin memainkan peran penting dalam mengatur metabolisme kolesterol. Sebagian besar protein MFGM juga mampu mengurangi risiko kanker yang berbeda-beda dalam organ manusia (Corredig et al., 2003; Yang et al., 2004).

2.    Kasein buttermilk
Pengaruh kasein terhadap kesehatan manusia berdasarkan hasil penelitian meliputi:
-          senyawa antioksidan pada kasein dapat mengurangi kerusakan oksidasi pada manusia. Fosfat terletak di molekul-molekul protein bertanggungjawab terhadap fungsi antioksidan. Dengan demikian, kasein misel dapat mengikat besi non-heme oleh interaksi residu phosphoserine dari kasein misel atau fosfat anorganik yang dilepaskan dari misel (Cervato et al., 1999).
-          whole kasein dan derivat peptida kasein memiliki peran meningkatkan oksidasi asam amino dan sintesis protein, menekan nafsu makan (Pupovac dan Anderson, 2002), antihipertensi, aktivitas radikal (Phelan et al., 2009), meningkatkan remineralisasi enamel gigi, efek antimikroba (Kanwar et al., 2009).
-          α-kasein dan α-kasein derivat peptidanya memiliki peran antithrombotic, menekan nafsu makan, melawan opioid, dan aktivitas inhibitori (Phelan et al., 2009; Kanwar et al., 2009).
-          caseinoglycomacropeptides memiliki peran antiobesitas, mengikat toksin dan melawan opioid. Casomorphines (peptida dari α- atau b-casein) memiliki peran melawan opioid (Pedersen et al., 2000)
-          peptida b-casein memiliki peran stimulan terhadap kekebalan tubuh, opioid dan aktivitas inhibitory (Phelan et al., 2009).

3.    Whey protein
Buttermilk mengandung sekitar 3,2 g protein/100ml sedangkan sekitar 20% dialokasikan pada protein whey. Protein whey termasuk b-laktoglobulin (48%), α -lactalbumin (18%), imunoglobulin (11%), proteose-peptones (11%), serum albumin (6%), laktoferin (1%) dan lainnya (4%). Sedangkan efek whey protein terhadap kesehatan tubuh yaitu:
-          whole whey protein dan whey protein-derivat peptida berperan memperkuat stimulasi oksidasi asam amino, sintesis protein, antiobesitas, menstimulasi sekresi insulin memperbaiki berat badan, memfasilitasi pertumbuhan bifidobacteria dan lactobacili (Luhovyy et al., 2007)
-          leucine berperan sebagai substrat penting untuk sintesis protein dan pembentukan otot (Baum et al., 2005).
-          b-laktoglobulin berperan meningkatkan absorpsi mineral, vitamin larut lemak dan lipid (Krissansen, 2007)
-          immunoglobulin bermanfaat melawan infeksi dan perlindungan kekebalan tubuh (Kanwar et al., 2009)
-          whey glykomacropeptida berperan sebagai antimikrobial, antivirus, bifidogenik, dan menghambat nafsu makan (Kanwar et al., 2009; Brody, 2000).
-          lactoferrin berfungsi sebagai antimikrobial, antioksidatif dan immunomodulatory (Kanwar et al., 2009)

Rabu, 11 April 2012

coriander (wikipedia)



Coriander (Coriandrum sativum), also called cilantro or dhania, is an annual herb in the family Apiaceae. Coriander is native to southern Europe and North Africa to southwestern Asia. It is a soft, hairless plant growing to 50 centimetres (20 in) tall. The leaves are variable in shape, broadly lobed at the base of the plant, and slender and feathery higher on the flowering stems. The flowers are borne in small umbels, white or very pale pink, asymmetrical, with the petals pointing away from the center of the umbel longer (5–6 mm) than those pointing towards it (only 1–3 mm long). The fruit is a globular, dry schizocarp 3–5 mm diameter. While in the English-speaking world (except for the U.S.) the leaves and seeds are known as coriander, in American culinary usage the leaves are generally referred to by the Spanish word cilantro.

Etymology
First attested in English late 14th century, the word coriander derives from the Old French coriandre, which comes from Latin coriandrum, in turn from Greek κορίαννον (koriannon). The earliest attested form of the word is the Mycenaean Greek ko-ri-ja-da-na (written in Linear Bsyllabic script, reconstructed as koriadnon), similar to the name of Minos' daughter Ariadne, and it is plain how this might later evolve tokoriannon or koriandron.

Uses
All parts of the plant are edible, but the fresh leaves and the dried seeds are the parts most commonly used in cooking. Coriander is common in South AsianMiddle EasternCentral AsianMediterraneanIndianTex-MexLatin AmericanPortugueseChineseAfrican, andScandinavian cuisine.
Coriander leaves, raw
Nutritional value per 100 g (3.5 oz)
Energy
95 kJ (23 kcal)
Carbohydrates
4 g
- Dietary fiber
3 g
Fat
0.5 g
Protein
2 g
Vitamin A equiv.
337 μg (42%)
Vitamin C
27 mg (33%)
Percentages are relative to US recommendationsfor adults.

Leaves
The leaves are variously referred to as coriander leaves, fresh coriander, Chinese parsley, or cilantro (in America, from the Spanish name for the plant).
It should not be confused with culantro (Eryngium foetidum L.) which is a close relative to coriander (Coriandrum sativum L.) but has a distinctly different appearance, a much more potent volatile leaf oil and a stronger smell.
The leaves have a different taste from the seeds, with citrus overtones. Many experience an unpleasant "soapy" taste or a rank smell and avoid the leaves. The flavours have also been compared to those of the stink bug, and similar chemical groups are involved (aldehydes). There appears to be a genetic component to the detection of "soapy" versus "herby" tastes.
The fresh leaves are an ingredient in many South Asian foods (such as chutneys and salads), in Chinese dishes, in Mexican cooking, particularly in salsa and guacamole and as a garnish, and in salads in Russia and other CIS countries. Chopped coriander leaves are a garnish on Indian dishes such as dal. As heat diminishes their flavor, coriander leaves are often used raw or added to the dish immediately before serving. In Indian and Central Asian recipes, coriander leaves are used in large amounts and cooked until the flavor diminishes. The leaves spoil quickly when removed from the plant, and lose their aroma when dried or frozen.

Fruit
The dry fruits are known as coriander or coriandi seeds. In India they are called dhania. The word "coriander" in food preparation may refer solely to these seeds (as a spice), rather than to the plant. The seeds have a lemony citrus flavour when crushed, due to terpenes linalool and pinene. It is described as warm, nutty, spicy, and orange-flavored.
The variety C. s. vulgare or macrocarpum has a fruit diameter of 3–5 mm, while var. microcarpumfruits have a diameter of 1.5–3 mm. Large-fruited types are grown mainly by tropical and subtropical countries, e.g. Morocco, India and Australia, and contain a low volatile oil content (0.1-0.4%). They are used extensively for grinding and blending purposes in the spice trade. Types with smaller fruit are produced in temperate regions and usually have a volatile oil content of around 0.4-1.8%, and are therefore highly valued as a raw material for the preparation of essential oil.
It is commonly found both as whole dried seeds and in ground form. Seeds can be roasted or heated on a dry pan briefly before grinding to enhance and alter the aroma. Ground coriander seed loses flavor quickly in storage and is best ground fresh.
Coriander seed is a spice in garam masala and Indian curries, which often employ the ground fruits in generous amounts together with cumin. It acts as a thickener. Roasted coriander seeds, called dhana dal, are eaten as a snack. It is the main ingredient of the two south Indian dishes: sambhar and rasam. Coriander seeds are boiled with water and drunk as indigenous medicine for colds.
Outside of Asia, coriander seed is used for pickling vegetables, and making sausages in Germany and South Africa (see boerewors). In Russia and Central Europe, coriander seed is an occasional ingredient in rye bread as an alternative to caraway. Coriander seeds are used inEuropean cuisine today, though they were more important in former centuries.
Coriander seeds are used in brewing certain styles of beer, particularly some Belgian wheat beers. The coriander seeds are used with orange peel to add a citrus character.

Roots
Coriander roots have a deeper, more intense flavor than the leaves. They are used in a variety of Asian cuisines. They are commonly used in Thai dishes, including soups and curry pastes.

History
Coriander grows wild over a wide area of the Near East and southern Europe, prompting the comment, "It is hard to define exactly where this plant is wild and where it only recently established itself." Fifteen desiccated mericarps were found in the Pre-Pottery Neolithic B level of the Nahal Hemel Cave in Israel, which may be the oldest archeological find of coriander. About half a litre of coriander mericarps were recovered from the tomb of Tutankhamen, and because this plant does not grow wild in Egypt, Zohary and Hopf interpret this find as proof that coriander was cultivated by the ancient Egyptians.
Coriander seems to have been cultivated in Greece since at least the second millennium BC. One of the Linear B tablets recovered from Pylos refers to the species as being cultivated for the manufacture of perfumes, and it appears that it was used in two forms: as a spice for its seeds and as a herb for the flavor of its leaves. This appears to be confirmed by archaeological evidence from the same period: the large quantities of the species retrieved from an Early Bronze Age layer at Sitagroi in Macedonia could point to cultivation of the species at that time.
Coriander was brought to the British colonies in North America in 1670, and was one of the first spices cultivated by early settlers.

Similar plants
These herbs are used where they grow in much the same way as coriander is used.
§  Eryngium foetidum has a similar taste and is known as culantro, and is found in Mexico, South America and the Caribbean.
§  Persicaria odorata is commonly called Vietnamese coriander, or rau răm. The leaves have a similar odour and flavour to coriander. It is a member of the Polygonaceae, or buckwheat family.
§  Papaloquelite is one common name for Porophyllum ruderale subsp. macrocephalum, a member of the Compositae or Asteraceae, the sunflower family. This species is found growing wild from Texas to Argentina.

Health effects and medicinal uses
Coriander, like many spices, contains antioxidants, which can delay or prevent the spoilage of food seasoned with this spice. A study found both the leaves and seed to contain antioxidants, but the leaves were found to have a stronger effect.
Chemicals derived from coriander leaves were found to have antibacterial activity against Salmonella choleraesuis, and this activity was found to be caused in part by these chemicals acting as nonionic surfactants.
Coriander has been used as a folk medicine for the relief of anxiety and insomnia in Iran. Experiments in mice support its use as an anxiolytic. Coriander seeds are used in traditional Indian medicine as a diuretic by boiling equal amounts of coriander seeds and cumin seeds, then cooling and consuming the resulting liquid. In holistic and traditional medicine, it is used as a carminative and as a digestive aid.
Coriander has been documented as a traditional treatment for diabetes. A study on mice found coriander extract had both insulin-releasing and insulin-like activity.
Coriander seeds were found in a study on rats to have a significant hypolipidemic effect, resulting in lowering of levels of total cholesterol and triglycerides, and increasing levels of high-density lipoprotein. This effect appeared to be caused by increasing synthesis of bile by the liver and increasing the breakdown of cholesterol into other compounds.

Coriander can produce an allergic reaction in some people.

Source :  http://en.wikipedia.org/wiki/Coriander

Rabu, 04 April 2012

Cahaya Bulan ost Gie



Suka banget niih sama lagu ini..filmnya juga..
(uuppss,gambarnya mas Nicholas Saputra niih..biz saya ngfans masnya siih :D :D)


Perlahan sangat pelan hingga terang kan menjelang
Cahaya kota kelam mesra menyambut sang petang
Di sini ku berdiskusi dengan alam yg lirih
Kenapa matahari terbit menghangatkan bumi
   aku orang malam yg membicarakan terang
   aku orang tenang yg menentang kemenangan oleh pedang
Perlahan sangat pelan hingga terang kan menjelang
Cahaya nyali besar mencuat runtuhkan bahaya
Di sini ku berdiskusi dengan alam yg lirih
Kenapa indah pelangi tak berujung sampai di bumi
   aku orang malam yg membicarakan terang
   aku orang tenang yg menentang kemenangan oleh pedang
Reff: cahaya bulan menusukku dengan ribuan pertanyaan
yg takkan pernah aku tau dimana jawaban itu
bagai letusan berapi bangunkan dari mimpi
sudah waktunya berdiri mencari jawaban kegelisahan hati
Terangi dengan cinta di gelapku
Ketakutan melumpukanku
Terangi dengan cinta di sesatku
Dimana jawaban itu


Source: http://liriklaguindonesia.net/erros-so7-feat-okta-cahaya-bulan.htm#ixzz1r5d14x3F