Minggu, 22 Juli 2012

_Cultured Buttermilk_



Buttermilk
Buttermilk adalah hasil samping (by-product) dari industri mentega. Buttermilk dihasilkan ketika proses churning pada krim susu (Walstra et al., 2006). Buttermilk segar memiliki flavor yang milky (seperti susu), manis dan buttery (seperti mentega) (Heiler and Schieberle, 1996). Komposisi buttermilk yaitu air 90,7%, protein 3,5%, lemak 0,5%, mineral 0,7%, dan gula 4,6% (Leatherman dan Wilster, 2000). Buttermilk mengandung lemak yang lebih rendah daripada susu biasa. Buttermilk juga tinggi kalium, vitamin B12, kalsium, dan riboflavin serta merupakan sumber fosfor. Buttermilk rasanya agak seperti yogurt dan ketebalannya di antara susu dan krim kental.
Buttermilk mengandung komponen lipid dan protein yang tidak ditemukan dalam konsentrasi yang besar pada fraksi susu yang lain. Buttermilk juga mengandung komponen larut air pada krim seperti laktosa dan mineral. Buttermilk mengandung phospholipid yang relatif tinggi yang bersifat sebagai pengemulsi (Heiler and Schieberle, 1996). Komposisi buttermilk mirip dengan susu bubuk skim, namun buttermilk mengandung lebih banyak komponen membran globul lemak (milk fat globule membrane / MFGM) (Malin et al., 1994.). MFGM banyak fosfolipid, termasuk fosfatidilkolin (lesitin), phosphatidylethanolamine, dan sphingomyelin. MFGM fosfolipid, terutama sphingomyelin, diketahui memiliki efek kesehatan yang menguntungkan (Corredig dan Dalgleish, 1997).
Buttermilk digunakan sebagai bahan fungsional dalam banyak produk makanan seperti salad dressing, saus pasta, coklat, bumbu keju, campuran es krim, dan yogurt (O'Connell dan Fox, 2000). Sifat fungsional utama dari buttermilk adalah emulsifikasi (Raval dan Mistry, 1999). Penggunaan buttermilk sebagai bahan dalam produk makanan untuk meningkatkan sifat sensoris dan fisik. Hal ini termasuk menambahkannya pada jus buah sebagai suplemen (Shukla et al., 2004), pada es krim sebagai pengganti susu bubuk tanpa lemak, dan untuk memperbaiki tekstur yogurt. Penggunaan buttermilk dengan menerapkan kondisi fermentasi yang sesuai, memberikan yogurt rendah lemak dapat diterima dengan sifat probiotik, dimana pengasaman selama penyimpanan lambat dan tekstur menjadi lunak (Trachoo dan Mistry, 1998). Selain itu, buttermilk juga ditambahkan pada cokelat (Liang dan Hartel, 2004), keju Mozzarella rendah lemak (Poduval dan Mistry, 1999), dan keju Cheddar (Mistry et al., 1996).

Cultured Buttermilk
Cultured buttermilk merupakan hasil samping pembuatan mentega yang kemudian difermentasi. Umumnya dibuat dengan bahan dasar susu skim ataupun whole milk. Produk ini sering digunakan sebagai bahan dasar pada industri roti (Legowo et al., 2009). Cultured buttermilk adalah produk fermentasi susu yang dibuat dari mempasteurisasi susu skim rendah lemak dengan bakteri asam laktat mesofilik yang ditambahkan sebagai starter (Robinson, 2002).
Cultured buttermilk biasanya dikonsumsi segar, dan harus disimpan dalam lemari es selama distribusi. Produk ini biasanya dibuat dari susu pasteurisasi (whole milk atau skim), menggunakan campuran bakteri mesofilik yang memproduksi asam yaitu Lactococcus lactis subsp.lactis dan Lactococcus cremoris subsp.cremoris, dan memproduksi rasa baik bakteri Leuconostocs (L-starter) atau Leuconostocs dan Lactococcus diacetilactis (DL-starter). Pembuatan cultured buttermilk dari whole milk susu kambing dengan menggunakan DL-starter memiliki rasa yang baik seimbang dan sifat organoleptik yang baik (Youssef et al., 2011).
Cultured buttermilk yang dibuat dari susu skim mengandung air 90,5%, protein 3,5%, lemak 0,2%, mineral 0,8%, dan gula 5,0%. Kasein cultured milk lebih mudah dicerna dibandingkan dengan susu segar uncultured. Asam laktat yang mengendap pada kasein menjadi koagulum yang lembut. Curd yang terbentuk mudah dicerna di perut karena tidak ada bahaya curd yang dibentuk menjadi besar. Untuk alasan ini cultured buttermilk dapat digunakan oleh pasien yang menderita gangguan lambung tertentu (Leatherman dan Wilster, 2000).
     Bakteri asam laktat yang digunakan yaitu spesies Lactococcus dan Leuconostoc. Lactococcus digunakan untuk produksi asam dan Leuconostoc mampu memproduksi diasetil. Diasetil memberikan aroma buttery yang lembut (Marshall, 1992). Strain Lactococcus adalah produsen asam laktat, gram positif fakultatif anaerob, dan dikembangkan sebagai probiotik (Wahyudi dan Samsundari, 2008). Suhu fermentasi yang optimum adalah 22oC, agar dihasilkan produk yang memberikan citarasa yang khas. Apabila fermentasi susu skim pasteurisasi dilakukan pada suhu yang lebih tinggi akan mengakibatkan pertumbuhan L. lactis lebih dominan, sehingga produksi asam menjadi berlebihan dan mengurangi produksi aroma oleh L. cremoris (Surono, 2004).

Proses Pembuatan Cultured Buttermilk
Sebelum membuat cultured buttermilk perlu diperhatikan kualitas susu skim yang digunakan, efisien dalam mempasteurisasi susu, kultur starter dapat diandalkan, menginokulasi dengan jumlah kultur starter yang tepat dan suhu yang tepat, menambahkan krim apabila diinginkan, serta menyimpan produk pada suhu dingin (Leatherman dan Wilster, 2000).
Susu skim yang digunakan untuk buttermilk sebaiknya hanya berisi sejumlah kecil bakteri, susu harus sesegar mungkin. Susu harus dipasteurisasi dalam stainless steel berlapis, pasteurisasi dengan pemanasan sampai suhu 190°F (88oC) selama minimal 30 menit. Susu kemudian didinginkan dengan cepat untuk suhu inkubasi, atau jika akan diadakan selama beberapa waktu sebelum diinokulasi, suhu harus dikurangi hingga di bawah 50°F (10°C) (Leatherman dan Wilster, 2000). Bahan awal untuk buttermilk adalah susu skim atau susu rendah lemak. Susu pasteurisasi ini pada 82° sampai 88° C selama 10 - 30 menit. Proses pemanasan ini dilakukan untuk menghancurkan semua bakteri alami dan mengubah sifat protein untuk meminimalkan wheying off (pemisahan cair dari padatan) (Robinson, 2002).
Susu tersebut kemudian didinginkan sampai 22° C dan kultur starter bakteri diinginkan, seperti Lactococcus lactis, L. cremoris, Leuconostoc citrovorum dan Leuconostoc dextranicum ditambahkan untuk mengembangkan keasaman buttermilk dan rasa yang unik. Organisme ini digunakan dalam kombinasi yang tepat untuk mendapatkan rasa yang diinginkan. Proses pematangan memakan waktu sekitar 12 sampai 14 jam (semalam). Pada tahap yang benar didapatkan produk dengan rasa asam dan lembut. Kemudian diaduk untuk memecah curd, dan didinginkan sampai 7,2° C (45° F) untuk menghentikan fermentasi. Hal ini kemudian dikemas dan disimpan di bawah pendinginan (Robinson, 2002).
Inokulasi terdiri dari penambahan 1-4 % dari kultur starter. Kontaminasi selama inokulasi harus dicegah. Susu diaduk dan diinokulasi selama beberapa menit dan menyesuaikan suhu hingga 71°F (22°C). Lamanya masa inkubasi biasanya dari 14 sampai 16 jam. Curd halus yang tidak menunjukkan off wheying dibentuk selama periode ini. Keasaman sekitar 0,75-0,80%, jika keasaman lebih tinggi atau lebih rendah buttermilk akan kurang enak. Untuk meningkatkan kadar lemak, cultured buttermilk dapat ditambahkan krim, krim dipasteurisasi sehingga produk selesai akan berisi sekitar 1% lemak. Persentase ini mungkin akan sedikit menaikkan atau menurunkan (Leatherman dan Wilster, 2000).

Manfaat untuk Kesehatan
Bagaimana sebenarnya manusia dapat memperoleh manfaat dari buttermilk sebagai makanan keseluruhan belum jelas karena penelitian tentang  buttermilk ini kebanyakan berfokus pada fungsi senyawa tunggal dari produk susu, seperti fosfolipid, MFGM, kasein dan protein whey.

1.    Milk fat globule membrane (MFGM)
MFGM berisi lipid polar (misalnya fosfolipid (PL) & sphingolipid). Buttermilk adalah sumber dari glycerophospholipid yang efeknya pada kesehatan manusia yaitu memainkan peran penting dalam penanda sel dan memiliki dampak yang kuat pada perkembangan fungsi otak. Fungsi-fungsi ini sangat penting untuk anak-anak, orang tua dan mungkin untuk pasien Alzheimer. Sphingolipid memiliki potensi untuk menghambat kanker usus besar dan mungkin memainkan peran penting dalam mengatur metabolisme kolesterol. Sebagian besar protein MFGM juga mampu mengurangi risiko kanker yang berbeda-beda dalam organ manusia (Corredig et al., 2003; Yang et al., 2004).

2.    Kasein buttermilk
Pengaruh kasein terhadap kesehatan manusia berdasarkan hasil penelitian meliputi:
-          senyawa antioksidan pada kasein dapat mengurangi kerusakan oksidasi pada manusia. Fosfat terletak di molekul-molekul protein bertanggungjawab terhadap fungsi antioksidan. Dengan demikian, kasein misel dapat mengikat besi non-heme oleh interaksi residu phosphoserine dari kasein misel atau fosfat anorganik yang dilepaskan dari misel (Cervato et al., 1999).
-          whole kasein dan derivat peptida kasein memiliki peran meningkatkan oksidasi asam amino dan sintesis protein, menekan nafsu makan (Pupovac dan Anderson, 2002), antihipertensi, aktivitas radikal (Phelan et al., 2009), meningkatkan remineralisasi enamel gigi, efek antimikroba (Kanwar et al., 2009).
-          α-kasein dan α-kasein derivat peptidanya memiliki peran antithrombotic, menekan nafsu makan, melawan opioid, dan aktivitas inhibitori (Phelan et al., 2009; Kanwar et al., 2009).
-          caseinoglycomacropeptides memiliki peran antiobesitas, mengikat toksin dan melawan opioid. Casomorphines (peptida dari α- atau b-casein) memiliki peran melawan opioid (Pedersen et al., 2000)
-          peptida b-casein memiliki peran stimulan terhadap kekebalan tubuh, opioid dan aktivitas inhibitory (Phelan et al., 2009).

3.    Whey protein
Buttermilk mengandung sekitar 3,2 g protein/100ml sedangkan sekitar 20% dialokasikan pada protein whey. Protein whey termasuk b-laktoglobulin (48%), α -lactalbumin (18%), imunoglobulin (11%), proteose-peptones (11%), serum albumin (6%), laktoferin (1%) dan lainnya (4%). Sedangkan efek whey protein terhadap kesehatan tubuh yaitu:
-          whole whey protein dan whey protein-derivat peptida berperan memperkuat stimulasi oksidasi asam amino, sintesis protein, antiobesitas, menstimulasi sekresi insulin memperbaiki berat badan, memfasilitasi pertumbuhan bifidobacteria dan lactobacili (Luhovyy et al., 2007)
-          leucine berperan sebagai substrat penting untuk sintesis protein dan pembentukan otot (Baum et al., 2005).
-          b-laktoglobulin berperan meningkatkan absorpsi mineral, vitamin larut lemak dan lipid (Krissansen, 2007)
-          immunoglobulin bermanfaat melawan infeksi dan perlindungan kekebalan tubuh (Kanwar et al., 2009)
-          whey glykomacropeptida berperan sebagai antimikrobial, antivirus, bifidogenik, dan menghambat nafsu makan (Kanwar et al., 2009; Brody, 2000).
-          lactoferrin berfungsi sebagai antimikrobial, antioksidatif dan immunomodulatory (Kanwar et al., 2009)

Tidak ada komentar: